12/04/2015

bentuk perkawinan adat, asas-asas perkawinan adat dan UUP, acara dan upacara perkawinan adat


Arti Perkawinan: Suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan tidak hanya menyangkut kedua mempelai (pria dan wanita) saja, tetapi juga kedua orang tua kedua belah pihak, saudara-saudaranya, dan keluarga masing-masing. Bahkan dalam hukum adat perkawinan bukan merupakan peristiwa penting bagi   mereka yang masih hidup saja tetapi juga menyangkut arwah-arwah leluhur mereka. (Soerojo Wignjodipoero, 1995:122)
Tujuan Perkawinan dalam pandangan masyarakat adat adalah bertujuan untuk membangun  dan memelihara hubungan kekerabatan yg rukun dan damai (Muchlis Marwan dan Andri Astuti Prastowo, 1998:1)
 Perkawinan Tanpa Lamaran dan Tunangan: Di Indonesia pada umumnya perkawinan diawali dengan peminangan . Apabila peminangan diterima maka dilangsungkan pertunangan (persetujuan antara pria dan wanita yang saling berjanji akan mengadakan pernikahan
Ada beberapa corak perkawinan yang tidak didahului oleh lamaran. Corak seperti ini kebanyakan diketemukan dalam persekutuan patrilineal—dalam persekutuan matrilineal dan parental meskipun jarang tetapi terdapat juga.
Lampung= kawin lari; bakal suami dan istri bersama-sama melarikan diri dengan biasanya meninggalkan surat atau sesuatu barang, bahkan kadang-kadang uang di rumah bakal calon istri. Mereka yang melarikan diri biasanya minta perlindungan pada salah satu anggota keluarga atau pada kepala persekutuan. (Pelarian bersama ini merupakan pendahuluan perkawinan).
kadang-kadang oleh perkawinan, bersama-sama melarikan diri. Dalam perkawinan seperti ini laki-laki wajib memberi ganti rugi kepada pihak yang terhina (laki-laki tunangan atau suami dari istri yang melarikan diri bersama-sama)
Bali dan Lampung= Bakal suami melarikan bekal istri dengan paksa, artinya bertentangan dengan kehendak wanita yang bersangkutan. Semacam penculikan (disebut juga kawin rangkat)
Dalam perkawinan seperti ini laki-laki wajib memberi ganti rugi kepada pihak yang terhina dan di samping itu harus pula membayar pengeluaran-pengeluaran biasa lainnya dan seringkali lebih tinggi dari perkawinan biasa.

Sulawesi Selatan: Setiap perkawinan yang didahului oleh pelarian mereka  bersama-sama di daerah ini disebut kawin rangkat, sebab peristiwa ini senantiasa mendapat tantangan dari pihak perempuan. Bahkan hukum adat membenarkan kepada keluarga untuk membunuh mempelai laki-laki yang melakukan penculikan. (Surojo Wignjodipuro:126-127)
 3. Sistem Perkawinan= ada 3 sistem perkwinan:
3.1. Sistem endogami= Toraja
3.2. Sistem exogami= Gayo, Alas, Tapanuli, Minagkabau, Sumsel, Buru dan seram.
3.3. Sistem eleutherogami= Aceh, Sumut, Babel, Kalimantan, Minahasa, Sul-Sel, :
Ternate. Irian Barat, Timor, Bali, Lombok, seluruh Jawa-Madura.(Wignjodipoero, 1995:126-132).
PERKAWINAN DALAM PELBAGAI SIFAT KEKELUARGAAN
4.1. Kekeluragaan patrilineal: Perkawinan dengan  jujur= pemberian jujur dari pihak laki-laki kepada perempuan sebagai lambang diputuskannya hubungan kekeluargaan si istri dengan orang tuanya. Variasi  bentuk perkawinan jujur: perkawinan ganti suami, ganti istri, , mengabdi, ambil beri, dan ambil anak.
4.2. Kekelurgaan matrilineal= tidak ada pembayaran jujur, setelah kawin suami tetap masuk dalam keluarganya sendiri-anak-anak keturunannya masuk dalam keluarga istri--, akan tetapi dapat bergaul dengan keluarga istri sebagai urang sumando. Rumah tangga suami-isteri dan anak-anaknya dibiyai dari harta milik kerabat si istri.. Perkawinan semenda ada 6: semenda raja-raja, semenda lepas, semenda bebas, semenda nunggu, semenda ngangkit, dan semenda anak dagang.
4.3. Kekelurgaan Parental= suami  menjadi anggota keluarga istrinya dan sebaliknya istri demikian juga.   (Perkawinan bebas mandiri)= Jawa, Sunda, Aceh, Melayu, Kalimantan dan Sulawesi (kaum tdk banyak campur tangan dlm keluarga/rumah tangga).

ASAS ASAS PERKAWINAN DALAM HUKUM ADAT DAN KUHP
1. Dalam Hukum Adat Perkawinan bertujuan membentuk keluarga dan hubungan kekerabatan yang bahagia dan kekal. Sedangkan menurut UUP: Perkawinan bertujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal.
2. Perkawinan sah dilaksanakan menurut hukum agama dan kepercayaan, dan mendapat pengakuan dari anggota kerabat. Sedangkan Menurut UUP Perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing dan tiap perkawinan harus dicatat menurut perundangan-undangan yang berlalku.
3. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota kerabat. Masyarakat dapat menolak  kedudukan suami atau istri yang tidak diakui oleh masyarakat
4. Perkawinan dapat dilaksanakan oleh seorang pria  dengan beberapa wanita sebagai istri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut hukum adat setempat. Sedangkan menurut UUP perkawinan berasaskan monogami yang tidak mutlak karena masih dimungkinkan untuk beristri lebih dari seorang, bila dikehendaki pihak yang bersangkutan dan ajaran agamanya mengijinkan dan harus memenuhi ketentuan yang diatur undang-undang.
5. Perkawinan adat dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur atau masih anak-anak. Sedangkan menurut UUP Perkawinan dilakukan oleh pihak yang telah matang jiwa raganya atau telah dewasa.
6. Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak. Sedangkan menurut UUP memperkecil dan mempersulit perceraian.
7. Keseimbangan kedudukan suami-istri berdasarkan ketentuan hukum adat yang bersangkutan. Sedangkan menurut UUP kedudukan suami-istri dalam perkawinan adalah seimbang, baik dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat


PERKAWINAN ANAK
HUKUM ADAT TIDAK MELARANG PERKAWINAN ANTARA ORANG-ORANG YANG MASIH ANAK-ANAK. KECUALI DI BEBERAPA DAERAH, YAITU KERINCI (JAMBI), ROTe (NTT) DAN TORAJA (SUL-SEL), PERKAWINAN ANAK-ANAK DILARANG, KHUSUSNYA DI BALI PERKAWINAN GADIS YANG BELUM DEWASA MERUPAKAN PERBUATAN YANG DAPAT DIJATUHI HUKUMAN.
APABILA TERJADI PERNIKAHAN ANAK-ANAK, MAKA HIDUP BERSAMA ANTARA DUA MEMPELAI SEBAGAI SUAMI ISTRI DITANGGUHKAN SAMPAI MEREKA MENCAPAI CUKUP UMUR. PERKAWINAN SEMACAM INI DISEBUT “KAWIN GANTUNG”.
ALASAN/SEBAB-SEBAB TERJADINYA PERKAWINAN ANAK-ANAK: MEREALISASI IKATAN HUBUNGAN KEKELUARGAAN ANTARA KERABAT MEMPELAI  PRIA DAN KERABAT MEMPELAI WANITA
ACARA DAN UPACARA PERKAWINAN

Upacara perkawinan adat pada suatu perkawinan berakar pada adat istiadat serta kepercayaan sejak dahulu kala sebelum agama Islam masuk di Indonesia. Upacara sudah mulai dilakukan pada hari-hari sebelum pernikahan dan berlangsung sampai hari-hari sesudah upacara nikah. Upacara ini di Indonesia berbeda antara satu dg yg lainnya  sesuai dg adat istiadat masing-2. Kegiatan upacara yg diselenggarakan biasanya meliputi:
Upacara membawa tanda lamaran dari pihak laki-laki kpd pihak perempuan
Upacara peresmian perkenalan calon mempelai dan keluarga/kerabat pihak calon besan
Upacara peresmian mengikat tali pertunangan kedua calon mempelai
Upacara peresmian mengikat tali pertunangan kedua calon mempelai
Upacara melepas dan mengantar atau menjemput mempelai dan menerima atau menyambut mempelai
Upacara pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama, dan dilanjutkan dg upacara perkawinan
Upacara pemberian gelar –gelar mempelai laki-laki dan perempuan serta penetapan kedudukan adat keduanya serta keluarga orang tuanya
 upacara makan bersama antara kedua kerabat besan dan para undangan
Upacara kunjungan keluarga kedua mempelai ke tempat orang tua  kerabat dan tetangga.
Contoh perkawinan adat di daerah Pasundan adalah setelah pembicaraan pertama kali antara pihak laki-lai dan perempuan (disampaikan lamaran oleh pihak laki-laki. Apabila berjalan lancar, tak lama kemudian dilanjutkan dg upara pemberian penyangcang dari pihak laki-laki kpd pihak perempuan. Pada upacara ini sekaligus ditetapkan juga hari dan waktu pelaksanaan perkawinan.
Contoh yg lain, di Jawa Tengah tdk jauh berbeda dg Pasundan hanya istilah-2 dan pelaksanaannya yg berbeda yakni setelah lamaran, pemberian paningset serta pertunangan, menjelang hari pernikahan terdapat upacara adat, misalnya pada malam hari menjelang pelaksanaan dilangsungkan malam midodareni .
Perceraian: merupakan peristiwa luar biasa, problem sosial dan yuridis yg penting dalam kebanyakan daerah.Sebab-sebab yg oleh hukum adat dibenarkan bercerai= istri berzina, istri mandul, suami impoten, suami meninggalkan istri sangat lama atau istri berkelakuan  tdk sopan. Ada beberapa daerah yg melarang perceraian antara lain Pakpak. Di Gayu perceraian krn alasan adat amat jarang dilakukan. Tapanuli prosesnya melibatkan 3 golongan=keluarga pihak bapak, clan hula-hula ybs, dan clan boru ybs.

Akibat perceraian antara lain,  masing-masing dpt kawin lagi.   

Artikel Terkait

bentuk perkawinan adat, asas-asas perkawinan adat dan UUP, acara dan upacara perkawinan adat
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email