09/04/2015

Sumber Hukum dan Sumber Hukum Formal Tata Negara



SOAL 2
1.      Apakah yang dimaksud dengan Sumber Hukum Tata Negara, sebut dan uraikan serta analisa 3 Sumber HTN positif ?

Jawab :
Sumber Hukum Tata Negara dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan peraturan peraturan khususnya lebih menekankan pada segi formal baru meterial yang dapat mengikat secara hukum.
Adapun sumber hukum formal dalam Hukum Tata Negara Indonesia antara lain :
1.      Undang Undang Dasar 1945
A.      Ketetapan MPR
B.      Undang Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang
C.      Peraturan Pemerintah
D.     Keputusan Presiden
E.      Peraturan Menteri
F.       Peraturan Daerah
2.      Konvensi Ketatanegaraan
3.      Traktat ( perjanjian dengan negara lain)
Uraian :
1.      Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang Dasar adalah hukum dasar tertulis, sedang disamping UUD ini berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, yang merupakan sumber hukum, misalnya kebiasaan kebiasaan, traktat, dan sebagainya.
            Menurut K. Wantjik Saleh, Undang Undang dasar adalah peraturan perundang undangan yang tertinggi dalam suatu negara, yang menjadi dasar segala peraturan perundang undangan. Dengan kata lain semua peraturan perundang undangan harus tunduk pada Undang Undang Dasar atau tidak boleh bertentangan dengan Undang Undang Dasar.[1]
            Sedangkan menurut Dasril Radjab, Undang Undang Dasar adalah suatu dokumen yang mengandung aturan aturan dan ketentuan ketentuan yang pokok pokok atau dasar dasar mengenai ketatanegaraan suatu negara yang lazim terhadapnyadiberikan sifat luhur dan kekal dan apabila akan mengadakan perubahannya hanya boleh dilakukan dengan prosedur yang berat kalau dibandingkan dengan cara pembuatan atau perubahan bentuk bentuk peraturan dan ketetapan yang lainnya.[2]



            Sebagai sumber hukum formil, Undang Undang Dasar 1945 memiliki arti :
a.      Merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan.
b.      Merupakan hukum dasar bagi pengembangan peraturan.undang undang atau penetapan  penetapan lainnya mengenai sesuatu yang khusus yang berkaitan dengan kepentingan negara dan masyarakat harus berintikan dengan pada UUD 1945 atau pasal pasalnya.
Undang Undang Dasar 1945 sebagai sumber HTN yang pertama dan utama memiliki fungsi yang ditujukan untuk menjamin perlindungan hukum atas hak hak para anggota masyarakatnya, sedang dari segi pemerintahan maka Undang Undang Dasar 1945 berfungsi sebagai landasan strukturan penyelenggaraan pemerintah menurut suatu sistem ketatanegaraan yang pasti dan tertentu. Selain itu Undang Undang Dasar juga berfungsi untuk mengatur bagaimana kekuasaan pemerintahan dikelola atau dijalankan demi keadilan dan kesejahteraan rakyat.
Menyinggung tentang alasan penyebab timbulnya Undang Undang Dasar, Lord Bryce mengemukakan empat alasan :[3]
a.      Keinginan dari rakyat untuk menjamin hak haknya jika terancam dan untuk membatasi tindakan tindakan penguasa.
b.      Keinginan dari baik yang diperintah ataupun dari yang memerintah, yang tidak menyenangkan rakyatnya dengan jalan menentukan suatu sistem tatanegaraan tertentu, yang semua tidak jelas, menjadi suatu bentuk yang tertentu menurut aturan aturan yang positif, agar supaya di kemudian hari tidak dimungkinkan terjadinya tindakan yang sewenang wenang dari para penguasa.
c.       Keinginan dari para pembentuk negara yang baru untuk menjamin adanya cara penyelenggaraan ketatanegaraan yang pasti dan dapat membahagiakan rakyatnya.
d.      Keinginan untuk menjamin adanya kerjasama yang efektif di antara negara negara yang pada mulanya berdiri sendiri, disamping adanya kehendak untuk tetap memiliki hak hak dan kepentingan kepentingan tertentu yang akan diurusnya sendiri.

1.1  Ketetepan MPR
Ketetepan MPR adalah bentuk produk legislatif yang merupakan keputusan musyawarah MPR baik yang berlaku kedalam majelis sendiri maupun yang berlaku di luar majelis sendiri.
            Istilah Ketetapan dalam Tap. MPR/MPRS sebenarnya tidak ada dalam UUD 1945. Istilah ini diambil dari MPRS pada sidang Petama Tahun 1960, dari bunyi pasal 3 UUD 1945, dimana terdapat sumber hukum, bahwa MPR berwenang menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden dan sebagainya. Kemudian oleh Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dijadikan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang undangan (sumber hukum).[4]
            Berdasarkan Pasal 102 Ketetapan MPR No. 1/MPR/1973 tentang Peraturan Tata Tertib MPR ditentukan tentang bentuk Keputusan MPR :Pertama, Ketetapan MPR yaitu putusan MPR yang mempunyai kekuatan hukum mengikat keluar dan kedalam Majelis ; Kedua, Keputusan MPR yaitu putusan MPR yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam majelis.
            Sebagai sumber hukum, Ketetapan MPR berisi antara lain :
a.      Ketetapan MPR yang memuat garis garis besar dalam bidang legislatif dilaksanakan dengan undang undang ;
b.      Ketetapan MPR yang memuat GBHN dalam bidang eksekutif dilaksanakan dengan Keputusan Presiden.
Walaupun belum adanya ukuran dalam praktek ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945, minimal ada tiga hal yang diatur dalam ketetapan MPR, antara lain :
a.      Memperinci lebih lanjut aturan yang tercantum dalam Batang Tubuh UUD 1945, seperti Tap MPR No. II/MPR/1975.
b.      Tempat perwujudan norma hukum yang berasal dari hukum dasar tidak tertulis ke dalam aturan dasar tertulis, seperti ketetapan pelimpahan tugas dan wewenang kepada presiden/Mandataris MPR dalam rangka menyukseskan dan pengamanan pembangunan nasional.
c.       Pelengkap aturan dasar yang tercantum dalam batang tubuh dan ketetapan MPR yang sudah ada, seperti ketetapan MPR tentang Peraturan Tata Tertib MPR RI.

1.2  Undang undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang undang.
Undang Undang
Suatu undang undang (perundang undangan) terdiri dari :Pertama, Undang undang dalam arti luas atau dalam ilmu hukum disebut undang undang dalam arti formil yaitu segala peraturan tertulis yang dibuat oleh penguasa yang mengikat dan berlaku umum. Misalnya, Undang Undang, Undang Undang Darurat, Peraturan Peraturan dan lain lain. Kedua, undang undang dalam arti sempit atau dalam ilmu hukum disebut undang undang dalam arti meteriil. Yaitu peraturan tertulis yang dibentuk oleh penguasa sebagai suatu badan negara yang secara tertentu diberikan kekuasaan untuk membentuk undang undang yaitu Presiden dengan persetujuan DPR.[5]
            Undang undang adalah salah satu bentuk peraturan perundangan yang diadakan untuk melaksanakan UUD, dan ketetapan MPR. Selain itu juga mengatur hal hal yang tidak diatur dalam UUD 1945 maupun ketetapan MPR. Undang undang yang dibentuk berdasarkan ketentuan dalam UUD dinamakan undang undang organik. Misal, UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dibentuk untuk melaksanakan Pasal 18, 18A, dan 18B UUD 1945 hasil amandemen.
            Suatu undang undang mulai sah berlaku apabila telah diundangkan dalam Lembaga Negara oleh Menteri Sekretaris Negara, dan tanggal berlakunya suatu undang undang menurut tanggal ditentukan dalam undang undang itu.
            Sehubungan dengan berlakunya suatu undang undang, terdapat beberapa asas Peraturan Perundangan :
a.      Undang undang tidak berlaku surut;
b.      Undang undang yang dibuat oleh penguasa yang lebuh tinggi memiliki kedudukan yang lebih tinggi pula;
c.       Undang undang yang bersifat khusus mengesampingkan undang undang yang bersifat umum;
d.      Undang undang yang berlaku kemudian membatalkan undang undang yang terdahulu yang mengatur hal tertentu yang sama;
e.      Undang undang tak dapat diganggu gugat.

Suatu undang undang tidak berlaku lagi apabila :
a.      Jangka waktu berlakunya yang telah ditentukan oleh UU yang bersangkutan sudah habis;
b.      Keadaan atau hal untuk mana UU itu dibuat sudah tidak ada lagi;
c.       UU itu dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih tinggi;
d.      Telah ada undang undang yang baru yang isinya bertentangan atau berlainan dengan UU yang berlaku.
 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu)
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang dibentuk dalam hal kegentingan yang memaksa atau karena keadaan keadaan yang mendesak. Istilah Perpu dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950 disamakan dengan UU Darurat baik dalam pembentukan maupun tentang kekuatannya. Adapun perbedaanya adalah UU Darurat akan tidak berlaku lagi karena hukum apabila ditolak, sedangkan Perpu tidak dengan sendirinya tidak berlaku melainkan dicabut lebih dahulu. Artinya, bahwa Perpu masih dapat berlaku terus walaupun tidak mendapat persetujuan dan DPRD kalau belum dicabut secara resmi oleh Presiden. Misal, Perpu tentang Darurat Sipil di Nangroe Aceh Darussalam.
            Ketentuan tentang Perpu diatur dalam pasal 22 UUD 1945, yaitu : Petama, dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa Presiden berhak menetapkan Peraturan peraturan sebagai pengganti undang undang lain; Kedua, Perpu itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan berikutnya; Ketiga, jika tidak mendapat persetujua, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.
            Perpu menurut UUD 1945 memang perlu diadakan, agar keselamatan negara dijamin oleh pemerintah dalam keadaan yang genting, yang memaksa pemerintah untuk bertindak lekas dan cepat.
            Suatu perpu yang telah disepakati dengan atau tanpa perubahan lalu diberi bentuk undang undang. Pemberian bentuk undang undang dilaksanakan dengan menetapkan menjadi undang undang, dengan menyatakan dalam pertimbangan penetapan tersebut tentang persetujuan DPR dengan atau tanpa perubahan.
1.3  Peraturan Pemerintah
Pemerintah menetapkan PP untuk menjalankan Undang undang sebagaimana mestinya (Pasal 5 ayat (2) UUD 1945). Karena peraturan pemerintah diciptakan untuk melaksanakan undang undang, maka tidak mungkin bagi presiden menetapkan peraturan pemerintah sebelum ada undang undang. Peraturan Pemerintah memuat aturan aturan umum untuk melaksanakan undang undang. Sebagai contoh PP No. 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagai pelaksan dan UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
1.4  Keputusan Presiden
Penetapan Presiden (Penpres), Peraturan Presiden (Perpres) dan Keputusan Presiden (Kepres)
Penetapan Presiden, Peraturan Presiden, dan Kepres sebagai bentuk peraturan yang baru tidak disebutkan dalam UUD 1945. Dengan kata lain peraturan perundang undangan ini tidak mempunyai dasar hukum secara konstitusional.
Penpres dan Perpres muncul setelah adanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sehingga secara konkret keduanya hanya dinyatakan dengan suatu surat presiden, yaitu surat Presiden ri Tanggal 20 agustus 1959 No. 2262/HK/1959. Isinya menyatakan bahwa disamping bentuk peraturan negara seperti tersebut didalam UUD 1945 yaitu UU, Perpu, dan Peraturan Pemerintah diadakan pula :
1.      Penetapan Presiden yaitu untuk melaksanakan Dekrit 5 Juli 1959;
2.      Peraturan Presiden;
3.      Peraturan Pemerintah yang dibuat untuk melaksanakan Penetapan Presiden, tindakan tindakan lain oleh Presiden seperti meresmikan pengangkatan pejabat;
4.      Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri.

1.5  Peraturan Menteri
Peraturan peraturan pelaksanaan lainnya.
            Peraturan ini merupakan bentuk peraturan yang ada setelah Tap. MPRS No. XX/MPRS/1966. Peraturan pelaksanaan lainnya dapat berbentuk: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, Keputusan Panglima TNI dan lain lainnya yang harus tegas bersumber dan berdasarkan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
Bentuk peraturan Menteri dapat dilihat, misalnya Keputusan Menteri Pendidikan Nasional ataupun Keputusan Bersama antar Menteri, sedangkan dalam lingkungan instansi yang dipimpin oleh pejabat tinggi yang berkedudukan bukan sebagai menteri misalnya keputusan Gubernur Bank Indonesia dan lain lain.
1.6  Peraturan Daerah
Penyelenggara pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, an tanggung jawabnya serta atas kuasa peraturan perundang undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan paraturan perundan undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta peraturan Daerah lain.
            Peraturan daerah dibuat oleh DPRD bersama sama kepala Daerah, artinya prakarsa dapat berasal dan DPRD maupun dan Kepala Daerah. Khusus peraturan Daerah tentang APBD rancangannya disiapkan oleh Pemerintah Daerah yang telah mencakup keuangan DPRD, untuk dibahas bersama DPRD. Peraturan daerah dan ketentuan daerah lainya yang bersifat mengatur dindangkan dengan menempatkannya dalam Lembaga Daerah. Peraturan daerah tertentu yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, Perubahan APBD, dan tata ruang, berlakunya setelah melalui tahapan evaluasi oleh Pemerintah. Hal itu ditempuh dengan pertimbangan antara lain untuk melindungi kepentingan umum, menyelaraskan dan menyesuaikan dengan peraturan perundan undangan yang lebih tinggi atau peraturan Daerah lainnya, terutama peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.
            Peraturan Daerah adalah peraturan lain yang dibuat oleh pemerintah daerah, baik pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten dan kota, dalam rangka mengatur rumah tangganya sendiri, Pemda antara lain dapat menetapkan perda. Perda ini sesuai dengan ketentuan undang undang No. 5 Tahun 1974 yang berupa :
a.      Peraturan Daerah;
b.      Keputusan Kepala Daerah; (gubernur, bupati, walikota).
Sedangkan sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) UU No. 10 Tahun 2004 Tenang Pembentukan Peraturan Perundang undangan menyatakan, peraturan daerah meliputi :
a.      Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh DPRD Provinsi bersama dengan gubernur;
b.      Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh DPRIJ kabupaten/kota bersama dengan bupati/walikota;
c.       Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa (BPD) atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Dalam proses pembentukan peraturan daerah, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan peraturan daerah. Rancangan peraturan daerah harus berpedoman kepada peraturan perundang undangan. Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD, Gubernur atau Bupati/Walikota. Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan Gubernur atau Bupati /Walikota menyampaikan rancangan Perda, mengenai materi yang sama maka yang dibahas adalah rancangan perda yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan rancangan Perda yang disampaikan Gubernur atau Bupati/Walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersidangkan.
Ketentuan tentang tata cara mempersiapkan rancangan Perda yang berasal dari gubernur atau Bupati/Walikota, diatur dengan Peraturan Presiden, sedangkan tata cara mempersiapkan rancangan Perda oleh DPRD diatur dalam peraturan tata tertib DPRD. Rancangan Perda agar memperoleh masukan dari masyarakat atau para pakar maka untuk rancangan Perda yang berasal dari gubernur, atau bupati/Walikota, disebarluaskan oleh sekertariat daerah.[6]
2.      Konvensi Ketatanegaraan
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang ulang dalam hal yang sama. Apabila kebiasaan tertentu diterima masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang ulang dilakukan sedemikian rupa, sehingga tindakan yang perlawanan dianggap sebagai pelanggaran perasaan hukum, timbullah suatu kebiasaan hukum, yang selanjutnya dianggap sebagai hukum.
            Menurut J.H.P Bellefroid, dalam bukunya “Inleiding de Rechtsweten schap in Nederlands”, hukum kebiasaan juga dinamakan kebiasaan saja, meliputi sesuatu peraturan peraturan yang walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah, tetapi ditaati oleh seluruh rakyat, karena mereka yakin bahwa peraturan itu berlaku sebagai hukum.
            Syarat syarat tertentu untuk timbulnya hukum kebiasaan yaitu :
a.      Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang ulang (tetap) dalam lingkungan masyarakat tertentu (bersifat materiil);
b.      Adanya keyakinan hukum dan masyarakat yang bersangkutan bahwa perbuatan itu merupakan sesuatu yang seharusnya dilakukan
c.       Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.
Adat merupakan hukum yang tumbuh, berkembang dan hidup dalam kehidupan masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Utrecht tidak melihat perbedaan struktural antara kebiasaan dan adat. Perbedaanya hanya terletak pada asalnya. Adat adalah sebagian kaidah kaidah yang ada didalam suatu masyarakat tertentu yang berasal dan sesuatu yang agak sakral, yang berhubungan dengan tradisi masyarakat Indonesia yang telah turun menurun. Sedangkan kebiasaan tidak merupakan tradisi, belum menjadi kebudayaan ash. Kebiasaan adalah hasil akulturasi Timur dengan Barat yang belum diresepsi sebagai tradisi.
      Sebagai sumber hukum konvensi menurut A.V. Dicey, mempunya beberapa bentuk dan dibedakan dan hukum konstitusi antara lain berupa : pengertian pengertian, kebiasaan kebiasaan, praktek praktek, asas asas yang berkaitan dengan ketatanegaraan yang tidka dapat dipaksakan.
      Menurut UUD 1945 konvensi diartikan sebagai aturan aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek praktek penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Diakui, UUD adalah sebagai hukum dasar yang tertulis disamping UUD yang tidak tertulis yaitu konvensi.
      Konvensi ini mempunyai kekuatan yang sama dengan undang undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan konvensi ini dapat menggeser peraturan peraturan hukum tertulis.

3.      Traktat (perjanjian dengan negara lain)
Traktat pada dasarnya adalah perjanjian antar dua negara atau lebih. Berdasarkan negara yang melakukan perjanjian traktat terdiri dari :
a.      Traktat bilateral, yaitu apabila traktat diadakan antara dua negara. Misalnya perjanjian internasional yang dilakukan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah RRC tentang Dwi Kewarganegaraan.
b.      Traktat Multilateral, yaitu perjanjian yang diadakan oleh lebih dari dua negara. Misalnya perjanjian Internasional tentang pertahanan negara negara Eropa (NATO) yang diakui oleh beberapa negara Eropa.
c.       Traktat Kolektif atauTaraktat terbuka, yaitu traktat multilateral yang memberikan kesempatan kepada negara negara yang pada permulaan tidak turut mengadakan perjanjian, tetapi kemudian juga menjadi pihaknya. Misalnya, Piagam PBB.
Traktat sebagai suatu bentuk perjanjian antar negara merupakan sumber hukum formil Hukum Tata Negara walaupun ia termasuk dalam Hukum Internasional. Isi perjanjian mempunyai sifat dan kekuatan mengikat dan berlaku sebagai peraturan hukum terhadap warga negara dan masing masing negara yang mengadakannya, dihormati fan ditaati. Traktat dapat merupakan bagian hukum tata negara, apabila menyangkut ketatanegaraan dan telah mempunyai kekuasaan mengikat. Traktat yang telah mempunyai kekuatan mengikat adalah traktat yang telah diratifikasi oleh pemerintah dan negara yang mengadakan perjanjian.
Menurut E. Utrecht, pembuatan suatu traktat melalui 4 fase yang berurutan, yaitu :
a.      Penetapan, penetapan isi perjanjian oleh delegasi pihak pihak yang bersangkutan dalam konferensi;
b.      Persetujuan masing masing parlemen dan pihak yang bersangkutan;
c.       Ratifikasi atau pengesahan oleh masing masing kepala negara;
d.      Pelantikan atau pengumuman.
Mengenai kekuatan hukum mengikatnya traktat ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.      Traktat sebagai salah satu bentuk perjanjian/persetujuan mempunyai kekuatan seperti undang undang, sehingga terus ditaati;
b.      Sebagai UU bagi yang membuatnya sehingga dilihat dan kekuatan hukumnya, perjanjian dalam pengertian umum dapat berderajat dengan hukum;
c.       Traktat merupakan sumber hukum formil;
d.      Dalam menentukan peraturan dalam pergaulan internasional disamping harus mengindahkan ketentuan internasional, suatu negara dalam membuat traktat harus memperhatikan kepentingan bangsa dan rakyatnya sehingga pembuatannya memerlukan persetujuan wakil rakyat.
Menurut pasal 4 ayat 1 dan pasal 9 UUD 1945, perjanjian dengan negara lain dilakukan Presiden dengan persetujuan DPR. Dengan demikian dalam pembuatan perjanjian dengan negara lain. Presiden harus mengingat kepentingan nasional dan berpegang teguh pada isi dan jiwa UUD. Dengan kata lain traktat harus bersumber pada UUD sebagai sumber hukum tertulis tertinggi. Oleh sebab itu tidak tepat jika traktat dikatakan mempunyai kedudukan dan derajat lebih tinggi daripada hukum nasional, terutama UUD.
Kedudukan dan derajat hukum traktat dapat dikatakan sama dengan UUD, dengan alasan ;
a.      Bahwa presiden membuat perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR Pasal 11, Pasal 5 ayat 1 jo Pasal 20 ayat 1 UUD 1945;
b.      Traktat bertentangan dengan UUD, maka traktat menjadi batal sebab presiden telah melakukan sasuatu yang menyimpang dengan ketentuan Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 9 ayat 9 UUD 1945;
c.       Apabila traktat baru berbeda dengan UU maka traktatlah yang berlaku sebab berarti presiden dan DPR menyetujui traktat tersebut dalam hal ini berlaku asas “lex posterior derogat priorilegi”, atau senaliknya traktat itu dibatalkan karena merugikan kepentingan nasional.
Dengan demikian jelaslah bahwa traktat mempunyai derajat di bawah UUD dan derajatnya dapat disamakan dengan UU. Disamping itu traktat dapat berakhir karena hukum dan kedua pihak menghendaki, pecah perang, atau tindakan negara negara peserta.



Sumber : Resum Buku “Hukum Tata Negara Suatu Kajian Kritis Tentang Kelembagaan Negara”
Daftar Pustaka : Nomensen Sinamo, Hukum Tata Negara Suatu Kajian Kritis Tentang Kelembagaan Negara, Permata Aksara, Jakarta, 2012.


[1] K. Wantjik Saleh, Perkembangan Perundang Undangan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1974, hal. 20
[2] Dasril Radjab, Selayang Pandang Tentang Sumber Sumber Hukum Tata Negara di Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1994, hal. 27
[3]Boedisoesetyo, Asas Asas Ilmu Hukum Tata Negara, (Kuliah Tahun 1959/1960)
[4] Dasril Radjab, op. cit, hal. 18
[5] K. Wantijik Saleh, op. cit, hal. 12
[6] Siswanto Susarno, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet. Ke-2, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 37-38

Artikel Terkait

Sumber Hukum dan Sumber Hukum Formal Tata Negara
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email