09/04/2015

Hukum Perjanjian dalam KUHPerdata



Istilah Perjanjian
ž  Istilah perjanjian berasal dari kata “Overeenkomst”.
ž  Overeenkomst diterjemahkan secara berbeda, antara lain :
  1. KUHPerdata, menerjemahkan dengan perjanjian
  2. Prof. Utrecht, menerjemahkan dengan perjanjian
  3. Prof. Subekti, menerjemahkan dengan perjanjian
  4. Prof. Wirjono Prodjodikoro, menerjemahkan dengan persetujuan
  5. R. Setiawan, menerjemahkan dengan persetujuan
  6. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, menerjemahkan dengan perjanjian
Overeenkomst diterjemahkan dengan 2 istilah, yaitu Perjanjian dan Persetujuan.
Adanya istilah perjanjian disebut dengan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu hal.
Namun demikian, kita menggunakan istilah yang sesuai dengan KUHPerdata saja, yaitu Perjanjian.
Pengertian Perjanjian
·         Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1313 KUHPerdata
·         Perjanjian adalah  suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Prof. Subekti
·         Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.  Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH
  • Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Abdulkadir Muhammad, SH
Unsur-unsur dalam Pengertian Perjanjian
  1. Ada para pihak
  2. Ada persetujuan
  3. Ada tujuan yang akan dicapai
  4. Ada prestasi yang akan dilaksanakan
  5. Ada bentuk tertentu, bisa lisan maupun tertulis
  6. Ada syarat-syarat tertentu
Asas-asas Perjanjian
1.      Asas kebebasan berkontrak/system terbuka
Asas ini menyatakan bahwa semua orang/pihak bebas untuk melakukan perjanjian dan bebas untuk menentukan isi dari perjanjian itu.
2.      Asas Pacta Sunt Servanda
Suatu asas yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah maka berlaku layaknya undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338)
3.      Asas Konsensualisme
Asas ini mempunyai arti, bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak, sesuai dengan Pasal 1320.
4.      Asas pelengkap (Optional)
Hukum perjanjian bersifat pelengkap, artinya adalah pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disimpangi. Sehingga adanya perjanjian yang dibuat oleh dua pihak atau lebih jika menghendaki adanya penyimpangan itu, maka diperbolehkan. Namun jika ternyata tidak diatur, maka ketentuan dalam KUHPerdata atau hukum perjanjian itu menjadi berlaku.
Syarat Sah Perjanjian
  1. Subjek nya tertentu/Cakap untuk membuat perjanjian
Pada dasarnya semua orang dianggap cakap untuk membuat perjanjian, kecuali seperti yang ditentukan oleh Pasal 1330, yaitu : Orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan, dan orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh UU.
2.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Hal ini dimaksudkan bahwa para pihak yang hendak mengadakan suatu perjanjian harus terlebih dahulu menyepakati mengenai hal-hal pokok dari perjanjian. Kata sepakat menjadi tidak sah jika ada kekhilafan, paksaan, dan penipuan (dwang, dwaling, bedrag)
3.      Adanya hal tertentu/Objeknya tertentu
Hal ini menyangkut adanya objek tertentu yang harus dipenuhi dan ditentukan. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata, hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat dijadikan objek perjanjian.
4.      Suatu sebab yang halal/Causa yang halal
Hal ini berkaitan dengan isi perjanjian yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian tanpa sebab atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang terlarang, maka tidak mempunyai kekuatan.

Syarat Sah Perjanjian
ž  Syarat Nomor 1 dan 2 adalah syarat subjektif. Ketiadaan syarat subjektif atau syarat subjektif tidak dipenuhi maka menyebabkan dapat dibatalkan.
ž  Syarat Nomor 3 dan 4 adalah syarat objektif. Ketiadaan syarat objektif atau tidak dipenuhinya syarat objektif ini maka menyebabkan batal demi hukum.
Jenis-jenis Perjanjian
  1. Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Contohnya, perjanjian jual beli, sewa-menyewa.
2.      Perjanjian Sepihak
Perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu pihak dan di pihak lain hanya menerima hak. Contohnya, perjanjian hibah.
3.      Perjanjian Cuma-Cuma
Perjanjian yang mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya. Contohnya, perjanjian hibah, perjanjian pinjam pakai.
4.      Perjanjian atas beban
Perjanjian dengan mana terhadap prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungan hukum. Contohnya, perjanjian jual beli, sewa-menyewa.
5.      Perjanjian Konsensuil
Perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.
6.      Perjanjian riil
Perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan antara kedua belah pihak disertai dengan penyerahan nyata atas barangnya. Contohnya, perjanjian penitipan barang, pinjam pakai.
7.      Perjanjian bernama
Perjanjian yang mempunyai nama tertentu dan diatur secara khusus oleh UU. Contohnya, perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa-menyewa.
8.      Perjanjian tidak bernama
Perjanjian yang mempunyai nama tertentu dan tidak diatur dalam KUHPerdata. Contohnya, Leasing, Fidusia
9.      Perjanjian Liberatoir
Perjanjian yang membebaskan orang dari keterikatannya dari suatu kewajiban hukum tertentu. Contohnya, pembebasan hutang
10.  Perjanjian kebendaan
Perjanjian untuk menyerahkan atau mengalihkan atau menimbulkan atau mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan. Contohnya, perjanjian jual beli.
11.  Perjanjian Obligatoir
Perjanjian yang menimbulkan perikatan antara kedua belah pihak.
12.  Perjanjian Accesoir
Perjanjian yang membuntuti perjanjian pokok. Contohnya, hipotik, gadai, dan borgtocht.
Wanprestasi
ž  Wanprestasi dapat diartikan sebagai kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.
ž  Sehingga wanprestasi adalah suatu keadaan dimana debitur tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu perjanjian
Timbulnya Wanprestasi
ž  Wanprestasi dapat timbul karena :
  1. Kesengajaan  atau kelalaian debitur sendiri
  2. Adanya keadaan memaksa (overmacht)
Bentuk-bentuk Wanprestasi
  1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
  2. Debitur memenuhi prestasi, tetapi salah atau tidak sebagaimana mestinya.
  3. Debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat.
Akibat Wanprestasi
  1. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243)
  2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1276)
  3. Peralihan resiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1273 ayat 2)
Tuntutan Hak oleh Kreditur
  1. Pemenuhan perjanjian
  2. Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian
  3. Ganti kerugian saja
  4. Pembatalan perjanjian
  5. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.
Syarat Pelaksanaan Ganti Kerugian
  1. Debitur memang telah lalai melakukan wanprestasi
  2. Debitur tidak berada dalam keadaan memaksa
  3. Tidak adanya tangkisan dari debitur untuk melumpuhkan tuntutan ganti rugi.
  4. Kreditur telah melakukan somasi/peringatan
Keadaan Memaksa
  1. Keadaan memaksa adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Prof. Subekti
2.      Keadaan memaksa adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga  akan terjadi pada waktu membuat perikatan. Abdulkadir Muhammad, SH
3.      Keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya keadaan tersebut. R. Setiawan

Dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan memaksa, debitur tidak dapat dipersalahkan atas tidak dapat terlaksananya suatu perjanjian.
Sebab, keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan atau dugaan dari debitur. Dan oleh karenanya, debitur tidak dapat dijatuhi sanksi. 

Unsur-unsur dalam Keadaan Memaksa
1.      Tidak dipenuhi prestasi, karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan. Ini selalu bersifat tetap.
2.      Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi. Ini dapat bersifat tetap atau sementara.
3.      Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi, bukan karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.
Keadaan Memaksa dalam KUHPerdata
1.      Menurut Pasal 1244, jika ada alasan untuk itu, debitur harus dihukum membayar ganti kerugian, apabila ia tidak dapat membuktikan bahwa tidak tepatnya melaksanakan perjanjian itu karena sesuatu hal yang tidak dapat diduga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, kecuali ada itikad buruk dari debitur.
2.      Menurut Pasal 1245, tidak ada ganti kerugian yang harus dibayar, apabila karena keadaan memaksa atau suatu kejadian yang tidak disengaja, debitur berhalangan memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.

Resiko
ž  Menurut Prof. Subekti, resiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jikalau di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian.
ž  Resiko adalah suatu kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi keadaan memaksa, yaitu peristiwa bukan karena kesalahan debitur, yang menimpa benda yang menjadi objek perikatan atau menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi
Resiko dalam KUHPerdata
1.      Pasal 1237
Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. Jika si berpiutang lalai, maka sejak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya. Ex: Perjanjian hibah, dan pinjam pakai
2.      Pasal 1460
Jika kebendaan yang dipikul itu berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan si penjual berhak menuntut harganya. Ex: Perjanjian jual beli
3.      Pasal 1545
Jika suatu barang tertentu yang telah dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka perjanjian dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi perjanjian, dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar. Ex: Perjanjian tukar menukar
4.      Pasal 1553
Jika selama waktu sewa, barang yang disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka perjanjian sewa gugur demi hukum.  Ex: Perjanjian sewa-menyewa




















Artikel Terkait

Hukum Perjanjian dalam KUHPerdata
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email