Arti
Perkawinan: Suatu peristiwa yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat adat, sebab perkawinan tidak hanya
menyangkut kedua mempelai (pria dan wanita) saja, tetapi juga kedua orang tua
kedua belah pihak, saudara-saudaranya, dan keluarga masing-masing. Bahkan dalam
hukum adat perkawinan bukan merupakan peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup saja tetapi juga
menyangkut arwah-arwah leluhur mereka. (Soerojo Wignjodipoero, 1995:122)
Tujuan Perkawinan dalam pandangan masyarakat adat adalah bertujuan
untuk membangun dan memelihara hubungan
kekerabatan yg rukun dan damai (Muchlis Marwan dan Andri Astuti Prastowo,
1998:1)
Perkawinan Tanpa Lamaran dan Tunangan: Di Indonesia pada umumnya perkawinan diawali dengan peminangan .
Apabila peminangan diterima maka dilangsungkan pertunangan (persetujuan antara
pria dan wanita yang saling berjanji akan mengadakan pernikahan
Ada beberapa corak perkawinan yang tidak didahului oleh lamaran.
Corak seperti ini kebanyakan diketemukan dalam persekutuan patrilineal—dalam
persekutuan matrilineal dan parental meskipun jarang tetapi terdapat juga.
Lampung= kawin lari;
bakal suami dan istri bersama-sama melarikan diri dengan biasanya meninggalkan
surat atau sesuatu barang, bahkan kadang-kadang uang di rumah bakal calon
istri. Mereka yang melarikan diri biasanya minta perlindungan pada salah satu
anggota keluarga atau pada kepala persekutuan. (Pelarian bersama ini merupakan pendahuluan
perkawinan).
kadang-kadang oleh perkawinan, bersama-sama melarikan diri. Dalam
perkawinan seperti ini laki-laki wajib memberi ganti rugi kepada pihak yang
terhina (laki-laki tunangan atau suami dari istri yang melarikan diri
bersama-sama)
Bali dan Lampung= Bakal
suami melarikan bekal istri dengan paksa, artinya bertentangan dengan kehendak
wanita yang bersangkutan. Semacam penculikan (disebut juga kawin rangkat)
Dalam perkawinan seperti ini laki-laki wajib memberi ganti rugi
kepada pihak yang terhina dan di samping itu harus pula membayar
pengeluaran-pengeluaran biasa lainnya dan seringkali lebih tinggi dari
perkawinan biasa.
Sulawesi Selatan: Setiap
perkawinan yang didahului oleh pelarian mereka bersama-sama di daerah ini disebut
kawin rangkat, sebab peristiwa ini senantiasa mendapat
tantangan dari pihak perempuan. Bahkan hukum adat membenarkan kepada keluarga
untuk membunuh mempelai laki-laki yang melakukan penculikan. (Surojo
Wignjodipuro:126-127)
3. Sistem Perkawinan= ada 3
sistem perkwinan:
3.1. Sistem endogami= Toraja
3.2. Sistem exogami= Gayo, Alas, Tapanuli, Minagkabau, Sumsel, Buru
dan seram.
3.3. Sistem eleutherogami= Aceh, Sumut, Babel, Kalimantan,
Minahasa, Sul-Sel, :
Ternate. Irian Barat, Timor, Bali, Lombok, seluruh Jawa-Madura.(Wignjodipoero,
1995:126-132).
PERKAWINAN
DALAM PELBAGAI SIFAT KEKELUARGAAN
4.1. Kekeluragaan patrilineal: Perkawinan dengan jujur= pemberian
jujur dari pihak laki-laki kepada perempuan sebagai lambang diputuskannya
hubungan kekeluargaan si istri dengan orang tuanya. Variasi
bentuk perkawinan jujur: perkawinan ganti suami, ganti istri, ,
mengabdi, ambil beri, dan ambil anak.
4.2. Kekelurgaan matrilineal= tidak
ada pembayaran jujur, setelah kawin suami tetap masuk dalam keluarganya
sendiri-anak-anak keturunannya masuk dalam keluarga istri--, akan tetapi dapat
bergaul dengan keluarga istri sebagai urang sumando. Rumah tangga
suami-isteri dan anak-anaknya dibiyai dari harta milik kerabat si istri.. Perkawinan semenda ada 6: semenda raja-raja,
semenda lepas, semenda bebas, semenda nunggu, semenda ngangkit, dan semenda
anak dagang.
4.3. Kekelurgaan Parental= suami menjadi anggota keluarga istrinya dan
sebaliknya istri demikian juga. (Perkawinan bebas mandiri)= Jawa, Sunda, Aceh, Melayu,
Kalimantan dan Sulawesi (kaum tdk banyak campur tangan dlm keluarga/rumah
tangga).
ASAS ASAS PERKAWINAN DALAM HUKUM ADAT DAN KUHP
1. Dalam
Hukum Adat Perkawinan bertujuan membentuk keluarga dan hubungan kekerabatan
yang bahagia dan kekal. Sedangkan menurut UUP: Perkawinan bertujuan membentuk
keluarga bahagia dan kekal.
2. Perkawinan
sah dilaksanakan menurut hukum agama dan kepercayaan, dan mendapat pengakuan
dari anggota kerabat. Sedangkan Menurut UUP Perkawinan sah bila dilakukan
menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing dan tiap perkawinan harus
dicatat menurut perundangan-undangan yang berlalku.
3. Perkawinan
harus didasarkan atas persetujuan orang tua dan anggota kerabat. Masyarakat
dapat menolak kedudukan suami atau istri
yang tidak diakui oleh masyarakat
4. Perkawinan dapat dilaksanakan oleh seorang
pria dengan beberapa wanita sebagai
istri yang kedudukannya masing-masing ditentukan menurut hukum adat setempat.
Sedangkan menurut UUP perkawinan berasaskan monogami yang tidak mutlak karena
masih dimungkinkan untuk beristri lebih dari seorang, bila dikehendaki pihak
yang bersangkutan dan ajaran agamanya mengijinkan dan harus memenuhi ketentuan
yang diatur undang-undang.
5. Perkawinan adat dapat dilakukan oleh pria dan wanita yang belum cukup umur
atau masih anak-anak. Sedangkan menurut UUP Perkawinan dilakukan oleh pihak
yang telah matang jiwa raganya atau telah dewasa.
6. Perceraian ada yang dibolehkan dan ada yang tidak. Sedangkan menurut UUP
memperkecil dan mempersulit perceraian.
7. Keseimbangan kedudukan suami-istri berdasarkan ketentuan hukum adat yang
bersangkutan. Sedangkan menurut UUP kedudukan suami-istri dalam perkawinan
adalah seimbang, baik dalam rumah tangga maupun dalam kehidupan masyarakat
PERKAWINAN ANAK
HUKUM ADAT TIDAK MELARANG PERKAWINAN ANTARA
ORANG-ORANG YANG MASIH ANAK-ANAK. KECUALI DI BEBERAPA DAERAH, YAITU KERINCI
(JAMBI), ROTe (NTT) DAN TORAJA (SUL-SEL), PERKAWINAN ANAK-ANAK DILARANG,
KHUSUSNYA DI BALI PERKAWINAN GADIS YANG BELUM DEWASA MERUPAKAN PERBUATAN YANG
DAPAT DIJATUHI HUKUMAN.
APABILA TERJADI PERNIKAHAN ANAK-ANAK, MAKA
HIDUP BERSAMA ANTARA DUA MEMPELAI SEBAGAI SUAMI ISTRI DITANGGUHKAN SAMPAI
MEREKA MENCAPAI CUKUP UMUR. PERKAWINAN SEMACAM INI DISEBUT “KAWIN GANTUNG”.
ALASAN/SEBAB-SEBAB TERJADINYA PERKAWINAN
ANAK-ANAK: MEREALISASI IKATAN HUBUNGAN KEKELUARGAAN ANTARA KERABAT
MEMPELAI PRIA DAN KERABAT MEMPELAI
WANITA
ACARA DAN UPACARA PERKAWINAN
Upacara perkawinan adat pada suatu perkawinan berakar pada adat
istiadat serta kepercayaan sejak dahulu kala sebelum agama Islam masuk di
Indonesia. Upacara sudah mulai dilakukan pada hari-hari sebelum pernikahan dan
berlangsung sampai hari-hari sesudah upacara nikah. Upacara ini di Indonesia
berbeda antara satu dg yg lainnya sesuai
dg adat istiadat masing-2. Kegiatan upacara yg diselenggarakan biasanya
meliputi:
Upacara membawa tanda lamaran dari pihak laki-laki kpd pihak
perempuan
Upacara peresmian perkenalan calon mempelai dan keluarga/kerabat
pihak calon besan
Upacara peresmian mengikat tali pertunangan kedua calon mempelai
Upacara peresmian mengikat tali pertunangan kedua calon mempelai
Upacara melepas dan mengantar atau menjemput mempelai dan menerima
atau menyambut mempelai
Upacara pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama, dan dilanjutkan
dg upacara perkawinan
Upacara pemberian gelar –gelar mempelai laki-laki dan perempuan
serta penetapan kedudukan adat keduanya serta keluarga orang tuanya
upacara makan bersama antara
kedua kerabat besan dan para undangan
Upacara kunjungan keluarga kedua mempelai ke tempat orang tua kerabat dan tetangga.
Contoh perkawinan adat di daerah Pasundan adalah setelah
pembicaraan pertama kali antara pihak laki-lai dan perempuan (disampaikan
lamaran oleh pihak laki-laki. Apabila berjalan lancar, tak lama kemudian
dilanjutkan dg upara pemberian penyangcang dari pihak laki-laki kpd
pihak perempuan. Pada upacara ini sekaligus ditetapkan juga hari dan waktu
pelaksanaan perkawinan.
Contoh yg lain, di Jawa Tengah tdk jauh berbeda dg Pasundan hanya
istilah-2 dan pelaksanaannya yg berbeda yakni setelah lamaran, pemberian
paningset serta pertunangan, menjelang hari pernikahan terdapat upacara adat,
misalnya pada malam hari menjelang pelaksanaan dilangsungkan malam midodareni
.
Perceraian: merupakan peristiwa luar biasa, problem sosial dan
yuridis yg penting dalam kebanyakan daerah.Sebab-sebab yg oleh hukum adat
dibenarkan bercerai= istri berzina, istri mandul, suami impoten, suami meninggalkan
istri sangat lama atau istri berkelakuan
tdk sopan. Ada beberapa daerah yg melarang perceraian antara lain
Pakpak. Di Gayu perceraian krn alasan adat amat jarang dilakukan. Tapanuli
prosesnya melibatkan 3 golongan=keluarga pihak bapak, clan hula-hula ybs, dan
clan boru ybs.
Akibat perceraian antara lain,
masing-masing dpt kawin lagi.
bentuk perkawinan adat, asas-asas perkawinan adat dan UUP, acara dan upacara perkawinan adat
4/
5
Oleh
Unknown