09/04/2015

Proses Perubahan Konstitusi di Indonesia



Perubahan Konstitusi
                Perubahan konstitusi merupakan sesuatu hal yang menjadi perdebatan panjang, terutama berkaitan dengan hasil hasil yang diperoleh dari proses perubahan itu sendiri. Apakah hasil perubahan itu menggantikan konstitusi yang lama ataukah hasil perubahan itu tidak menghilangkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari konstitusi yang lama.
Dalam sistem ketatanegaraan modern, paling tidak ada dua sistem yang berkembang dalam perubahan konstitusi yaitu renewel (pembaharuan) dianut di negara negara Eropa Kontinental dan perubahan seperti dianut di negara negara Anglo Saxon. Perubahan ini merupakan perubahan konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara keseluruhan. Di antara negara yang menganut sistem ini antara lain Belanda, Jerman, dan Perancis.
Sedangkan perubahan yang menganut sistem amandemen, adalah apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap berlaku. Dengan kata lain hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau lampiran yang menyertai konstitusi awal. Di antara negara yang menganut sistem ini antara lain adalah Amerika Serikat.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengubah Undang Undang Dasar atau konstitusi melalui jalan penafsiran, menurut K.C. Wheare ada empat macam cara yaitu melalui :
1.       Beberapa kekuatan yang bersifat primer
2.       Perubahan yang diatur dalam konstitusi
3.       Penafsiran secara hukum
4.       Kebiasaan yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan

Perubahan Konstitusi di Indonesia
Setelah mengenal perubahan konstitusi serta prosedur perubahannya, pertanyaan yang muncul kemudian adalah bagaimana dengan UUD 1945  ? apakah UUD 1945 memberikan peluang bagi terlaksanannya perubahan ? jika perubahan itu dimungkinkan apakah menganut perubahan dengan sistem renewal atau amandeman.
Jika diamati, dalam UUD 1945 menyediakan satu pasal yang berkenaan dengan cara perubahan UUD, yaitu pasal 37 yang menyebutkan :
1.       Untuk mengubah UUD sekurang kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota MPR harus hadir.
2.       Putusan diambil dengan persetujuan sekurang kurangnya 2/3 jumlah anggota hadir.
Pasal 37 tersebut mengandung 3 norma, yaitu :

1.       Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR sebagai lembaga tertinggi negara
2.       Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang harus dipenuhi sekurang kurangnya adalah 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR
3.       Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah apabila disetujui oleh sekurang kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
Undang Undang Dasar 1945, pasal 37 ini, jika dihadapkan pada klasifikasi yang sampaikan oleh K.C Wheare, merupan bentuk konstitusi bersifat tegar, karena selai tata cara perubahannya yang tergolong sulit, juga karena dibutuhkannya suatu prosedur khusus yakni dengan cara referendum. Kesulitan perubahan tersebut tampak semakin jelas di dalam praktek ketatanegaraan Indonesia, dengan diperlakunnya Ketetapan MPR No IV/ MPR / 1983 jo UU No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang referendum.
Akan tetapi kesulitan perubahan konstitusi tersebt, menurut K.C Wheare, memiliki motif motif tersendiri yaitu :
1.       Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar.
2.       Agar rakyat mendapat esempata untuk menyampaikan pandangannya sebelum perubahan dilakukan.
3.       Agar – dan ini berlaku di negara serikat – kekuasaan negara serikat dan kekuasaan negara negara bagian tidak diubah semata mata oleh perbuatan perbuatan masing masing pihak secara tersendiri.
4.       Agar hak hak perseorangan atau kelompok seperti kelompok minoritas agama atau kebudayannya mendapat jaminan.
                Tingginya tingkat kesulitan untuk mengubah UUD 1945 ini menyebabkan kesulitan dalam menambahkan aspek aspek yang diperlukan dalam suatu konstitisi. Oleh karenannya, ketika masa Orde Baru berkuasa, dibuat ketetapan ketetapan yang memuat prinsip prinsip konstitusi yang tidak termuat dalam UUD 1945. Munculnya ketetapan ketetapan tersebut dianggap oleh sebagian pakar ketatanegaraan di Indonesia, misalnya saja TAP MPR No. XII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.

                Dua segi perubahan tersebut memang mendapatkan Perhatian serius dari para pakar ketatanegaraan. Sebagian pihak menghendaki perubahan UUD 1945 dilakukan secara total yakni membentuk konstitusi baru yang menggantikan UUD 1945. Kelompok ini berargumentasi bahwa UUD 1945 isinya sudah tidak sesuai dengan kondisi politik dan ketatanegaraan di Indonesia, sehingga dibutuhkan konstitusi baru penganti UUD 1945. Sementara sebagian pihak lain menghendaki UUD 1945 tetap dipertahankan dan hanya dilakukan amandemen pasal pasal yang tidak sesuai dan menambahakan dengan pasal pasal yang baru. Pendapat kelompok ini didasarkan pada pertimbangan bahwa dalam UUD 1945 terdapat pembukaan yang jika pembukaan itu diubah, maka itu berarti mengubah konsensus politik tertinggi.
                Dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang Undang Dasar 1945 yang diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan perubahan dan masa berlakunya sejak diproklamirkannya kemerdekaan Negara Indonesia, yakni dengan rincian sebagai berikut :
1.       UUD 1945 (18 Agustus 1945-257 Desember 1949).
2.       KRIS (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
3.       UUDS RI 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
4.       UUD 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999).
5.       UUD 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18 Agustus 2000).
6.       UUD 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus 2000-9 November 2001).
7.       UUD 1945 dan Perubahan I, II, dan III (9 November 2001-10 Agustus 2002).
8.       UUD 1945 dan Perubahan I, II, III, dan IV (10 Agustus 2002).

Artikel Terkait

Proses Perubahan Konstitusi di Indonesia
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email

1 komentar:

12 August 2019 at 00:59 delete

KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS, BERKAT BANTUAN BPK PRIM HARYADI SH. MH BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI JUGA.

Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A , dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk PRIM HARYADI SH.MH Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk prim haryadi SH. MH beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk DR Prim Haryadi SH.MH 📞 0853-2174-0123. Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk prim haryadi semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

Reply
avatar