Perubahan Konstitusi
Perubahan
konstitusi merupakan sesuatu hal yang menjadi perdebatan panjang, terutama
berkaitan dengan hasil hasil yang diperoleh dari proses perubahan itu sendiri.
Apakah hasil perubahan itu menggantikan konstitusi yang lama ataukah hasil
perubahan itu tidak menghilangkan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari konstitusi yang lama.
Dalam sistem ketatanegaraan modern, paling tidak ada
dua sistem yang berkembang dalam perubahan konstitusi yaitu renewel
(pembaharuan) dianut di negara negara Eropa Kontinental dan perubahan seperti
dianut di negara negara Anglo Saxon. Perubahan ini merupakan perubahan
konstitusi secara keseluruhan sehingga yang diberlakukan adalah konstitusi yang
baru secara keseluruhan. Di antara negara yang menganut sistem ini antara lain
Belanda, Jerman, dan Perancis.
Sedangkan perubahan yang menganut sistem amandemen,
adalah apabila suatu konstitusi diubah, maka konstitusi yang asli tetap
berlaku. Dengan kata lain hasil amandemen tersebut merupakan bagian atau
lampiran yang menyertai konstitusi awal. Di antara negara yang menganut sistem
ini antara lain adalah Amerika Serikat.
Adapun cara yang dapat digunakan untuk mengubah
Undang Undang Dasar atau konstitusi melalui jalan penafsiran, menurut K.C.
Wheare ada empat macam cara yaitu melalui :
1. Beberapa
kekuatan yang bersifat primer
2. Perubahan
yang diatur dalam konstitusi
3. Penafsiran
secara hukum
4. Kebiasaan
yang terdapat dalam bidang ketatanegaraan
Perubahan
Konstitusi di Indonesia
Setelah
mengenal perubahan konstitusi serta prosedur perubahannya, pertanyaan yang
muncul kemudian adalah bagaimana dengan UUD 1945 ? apakah UUD 1945 memberikan peluang bagi
terlaksanannya perubahan ? jika perubahan itu dimungkinkan apakah menganut
perubahan dengan sistem renewal atau amandeman.
Jika
diamati, dalam UUD 1945 menyediakan satu pasal yang berkenaan dengan cara
perubahan UUD, yaitu pasal 37 yang menyebutkan :
1.
Untuk mengubah UUD sekurang kurangnya 2/3
daripada jumlah anggota MPR harus hadir.
2.
Putusan diambil dengan persetujuan sekurang
kurangnya 2/3 jumlah anggota hadir.
Pasal
37 tersebut mengandung 3 norma, yaitu :
1.
Bahwa wewenang untuk mengubah UUD ada pada MPR
sebagai lembaga tertinggi negara
2.
Bahwa untuk mengubah UUD, kuorum yang harus
dipenuhi sekurang kurangnya adalah 2/3 dari seluruh jumlah anggota MPR
3.
Bahwa putusan tentang perubahan UUD adalah sah
apabila disetujui oleh sekurang kurangnya 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
Undang Undang Dasar 1945, pasal 37
ini, jika dihadapkan pada klasifikasi yang sampaikan oleh K.C Wheare, merupan
bentuk konstitusi bersifat tegar, karena selai tata cara perubahannya yang
tergolong sulit, juga karena dibutuhkannya suatu prosedur khusus yakni dengan
cara referendum. Kesulitan perubahan tersebut tampak semakin jelas di dalam
praktek ketatanegaraan Indonesia, dengan diperlakunnya Ketetapan MPR No IV/ MPR
/ 1983 jo UU No. 5 Tahun 1985 yang mengatur tentang referendum.
Akan tetapi kesulitan perubahan
konstitusi tersebt, menurut K.C Wheare, memiliki motif motif tersendiri yaitu :
1.
Agar perubahan konstitusi dilakukan dengan
pertimbangan yang masak, tidak secara serampangan dan dengan sadar.
2.
Agar rakyat mendapat esempata untuk menyampaikan
pandangannya sebelum perubahan dilakukan.
3.
Agar – dan ini berlaku di negara serikat –
kekuasaan negara serikat dan kekuasaan negara negara bagian tidak diubah semata
mata oleh perbuatan perbuatan masing masing pihak secara tersendiri.
4.
Agar hak hak perseorangan atau kelompok seperti
kelompok minoritas agama atau kebudayannya mendapat jaminan.
Tingginya tingkat kesulitan untuk mengubah UUD 1945
ini menyebabkan kesulitan dalam menambahkan aspek aspek yang diperlukan dalam
suatu konstitisi. Oleh karenannya, ketika masa Orde Baru berkuasa, dibuat
ketetapan ketetapan yang memuat prinsip prinsip konstitusi yang tidak termuat
dalam UUD 1945. Munculnya ketetapan ketetapan tersebut dianggap oleh sebagian
pakar ketatanegaraan di Indonesia, misalnya saja TAP MPR No. XII/MPR/1998
tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.
Dua
segi perubahan tersebut memang mendapatkan Perhatian serius dari para pakar
ketatanegaraan. Sebagian pihak menghendaki perubahan UUD 1945 dilakukan secara
total yakni membentuk konstitusi baru yang menggantikan UUD 1945. Kelompok ini
berargumentasi bahwa UUD 1945 isinya sudah tidak sesuai dengan kondisi politik
dan ketatanegaraan di Indonesia, sehingga dibutuhkan konstitusi baru penganti
UUD 1945. Sementara sebagian pihak lain menghendaki UUD 1945 tetap
dipertahankan dan hanya dilakukan amandemen pasal pasal yang tidak sesuai dan
menambahakan dengan pasal pasal yang baru. Pendapat kelompok ini didasarkan
pada pertimbangan bahwa dalam UUD 1945 terdapat pembukaan yang jika pembukaan
itu diubah, maka itu berarti mengubah konsensus politik tertinggi.
Dalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia, Konstitusi atau Undang Undang Dasar 1945 yang
diberlakukan di Indonesia, telah mengalami perubahan perubahan dan masa
berlakunya sejak diproklamirkannya kemerdekaan Negara Indonesia, yakni dengan
rincian sebagai berikut :
1.
UUD 1945 (18 Agustus 1945-257 Desember 1949).
2.
KRIS (27 Desember 1949-17 Agustus 1950).
3.
UUDS RI 1950 (17 Agustus 1950-5 Juli 1959).
4.
UUD 1945 (5 Juli 1959-19 Oktober 1999).
5.
UUD 1945 dan Perubahan I (19 Oktober 1999-18
Agustus 2000).
6.
UUD 1945 dan Perubahan I dan II (18 Agustus
2000-9 November 2001).
7.
UUD 1945 dan Perubahan I, II, dan III (9
November 2001-10 Agustus 2002).
8.
UUD 1945 dan Perubahan I, II, III, dan IV (10
Agustus 2002).
Proses Perubahan Konstitusi di Indonesia
4/
5
Oleh
Unknown
1 komentar:
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS, BERKAT BANTUAN BPK PRIM HARYADI SH. MH BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI JUGA.
ReplyAssalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A , dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk PRIM HARYADI SH.MH Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk prim haryadi SH. MH beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk DR Prim Haryadi SH.MH 📞 0853-2174-0123. Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk prim haryadi semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....