Hukum Waris
Pengertian Hukum Waris
Ada beberapa definisi yang
dikemukakan oleh para ahli hukum. Pengertian itu adalah sebagai berikut :[1]
1. Prof Mr. A. Pitlo
Hukum waris adalah kumpulan peraturan
yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai
pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan
ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka
dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.
2. Prof. Subekti
Hukum warisan itu mengatur
akibat-akibat hubungan kekeluargaan terhadap harta peninggalan seseorang.
3. Prof. Soediman Kartohadiprodjo, SH
Hukum waris adalah semua kaidah hukum
yang mengatur bagaimanakah nasib kekayaan seorang yang meninggal dunia, dan
siapa-siapakah yang berhak atas kekayaan itu.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, hukum kewarisan adalah
hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai harta
peninggalan dari orang yang meninggal dunia kepada orang yang masih hidup atau
yang ditinggalkannya.
Jadi di dalam hukum waris ini selalu
terkait adanya 3 (tiga) unsur :[2]
1. Pewaris, yaitu orang yang meninggal
dunia dan meninggalkan harta kekayaan.
2. Ahli waris, yaitu orang yang
menggantikan kedudukan pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya
si pewaris dan berhak menerima harta peninggalan pewaris.
3. Harta warisan, yaitu keseluruhan
harta kekayaan yang ditinggalkan oleh si pewaris setelah dikurangi dengan semua
utangnya.
Hukum Waris menurut KUHPerdata
A.
Wujud Warisan
Dalam hukum waris berlaku suatu
prinsip, bahwa yang berpindah di dalam pewarisan adalah kekayaan pewaris. Yang
dimaksud dengan kekayaan adalah segala sesuatu yang dapat bernilai ekonomis.
Sehingga segala hal yang bisa diperjuabelikan, dapat diwariskan.
Namun mengenai hal tersebut, ada pula
hal-hal yang dikecualikan, adalah :
1. Pemberian kuasa berakhir dengan
meninggalnya si pemberi kuasa (Pasal 1813)
2. Hubungan kerja yang bersifat sangat
pribadi tidak beralih kepada ahli waris (Pasal 1601)
3. Keanggotaan dalam perseroan tidak
beralih kepada ahli warisnya (Pasal 1646)
4. Hak pakai hasil berakhir dengan
meninggalnya orang yang mempunyai hak tersebut (Pasal 807)
Sedangkan mengenai hak dalam lapangan hukum keluarga juga
tidak beralih, seperti hak suami sebagai kepala rumah tangga, dan juga adanya
hak pengampuan. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa yang dapat beralih kepada
ahli waris hanyalah hak dan kewajiban pewaris di bidang harta kekayaan saja.
Dengan meninggalnya pewaris, maka seketika itu juga beralihlah hak dan
kewajiban berkaitan dengan harta kekayaan kepad ahli warisnya.[3]
B.
Pewarisan Karena Kematian
Pewarisan hanya dapat terjadi karena
kematian.[4]
Dengan demikian, sejak detik kematian tersebut, maka segala hak dan kewajiban
pewaris beralih kepada ahli warisnya.[5]
Konsekuensi logis dari adanya Pasal itu adalah bahwa kita belum dapat berbicara
tentang warisan kalau si pewaris masih hidup.[6]
Pengecualian terhadap prinsip
tersebut adalah dalam hal seorang telah meninggalkan tempat kediaman bersama
tanpa diketahui kebaradaannya. Terhadap hal ini maka yang berkepentingan dapat
mengajukan kepada Pengadilan Negeri agar orang yang meninggalkan tempat
kediaman itu dinyatakan/diduga meninggal.
C.
Keraguan dalam Menentukan Kematian
Seseorang
Hal ini terjadi jika ada beberapa
orang yang meninggal secara bersamaan dan tidak diketahui siapa yang meninggal
lebih dahulu. Maka harus dianggap meninggal secara bersamaan.
D.
Prinsip Mengenai Barang Warisan
KUHPerdata tidak memandang mengenai
asal-usul harta warisan. Entah itu dari bapak atau dari ibu, maka dianggap
sebagai harta warisan.
E.
Syarat-syarat Mewaris
1. Ahli waris harus sudah ada dan masih
ada pada saat warisan terbuka.
2. Mempunyai hubungan darah dengan
pewaris
3. Bukan orang yang tidak patut untuk
mewaris
4. Tidak menolak warisan
F.
Cara Mewaris
1. Mewaris berdasarkan Undang-undang,
terdiri atas :[7]
a. Mewaris berdasarkan kedudukan
sendiri. Artinya, ahli waris tampil mewaris secara langsung dari pewaris kepala
demi kepala.
b. Mewaris berdasarkan penggantian
(representasi). Artinya, ahli waris tampil mewaris karena menggantikan
kedudukan dari ahli waris yang sebenarnya berhak mewaris yang telah meninggal
dunia terlebih dahulu dari pewaris. Misalnya, Si A meninggal dunia dan
meninggalkan 2 orang anak (B dan C). sedang B telah meninggal dunia terlebih
dahulu dari A. Sedangkan B mempunyai 3 orang anak (D,E,F). dengan demikian, C
tampil mewaris berdasarkan kedudukan sendiri, sedang D, E,F mewaris berdasarkan
penggantian.
Penggantian tempat hanya dapat diperoleh karena kematian.
Dengan demikian, syarat mewaris karena penggantian adalah:
-
Orang
yang digantikan harus meninggal dunia lebih dahulu dari si pewaris.
-
Orang
yang menggantikan harus keturunan sah dari orang yang digantikan.
-
Orang
yang menggantikan harus memenuhi syarat umum untuk mewaris.
2. Mewaris berdasarkan Surat Wasiat
Pewarisan berdasarkan surat wasiat
disebut juga dengan pewarisan ad-testamento,
sedangkan ahli warisnya disebut testamentair.
Apabila ada surat wasiat, maka harus dilaksanakan lebih dahulu dengan
memperhatikan batasan UU (Pasal 874)
Ahli Waris Menurut Undang-undang[8]
1. Ahli waris berdasarkan hubungan darah
Menurut UU, yang berhak untuk menjadi
ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan suami
isteri yang hidup terlama (Pasal 832). Dengan demikian, seseorang harus
mempunyai hubungan darah dengan pewaris.
2. Janda atau duda yang ditinggal mati
saling mewaris
Pada mulanya, janda atau duda yang
hidup terlama baru mewaris sesudah keluarga saudara sampai derajat yang ke-12
tidak ada. Dengan demikian, janda atau duda jarang sekali mewaris. Dalam pasal
852a ditentukan, bahwa di samping keluarga sedarah, undang-undang menentukan
suami atau isteri yang hidup terlama
sebagai ahli waris. Perubahan ini terjadi pada tahun 1935 No. 486 dan
mulai berlaku tanggal 1 Januari 1936. Berdasarkan hal tersebut, maka
suami-isteri saling mewaris. Suami isteri yang bercerai tidak saling mewaris,
karena perkawinan mereka putus dengan perceraian. Sedangkan yang pisah meja dan
tempat tidur tidak saling mewaris, karena perkawinan mereka masih berlangsung.
3. Keluarga yang lebih dekat kepada
pewaris yang berhak mewaris.
Tidak semua keluarga yang mempunyai
hubungan darah dengan pewaris tampil untuk mewaris. Kedudukan sebagai keluarga
sedarah baru memberikan kemungkinan untuk mewaris. Keluarga yang lebih dekat
dengan pewaris yang akan tampil untuk mewaris. Dengan demikian, menutup
kemungkinan mewaris keluarga yang lebih jauh. Ahli waris dibagi ke dalam 4
golongan:
a. Golongan I:
Terdiri suami isteri dan anak berserta keturunannya.
b. Golongan II
Terdiri dari orang tua dan saudara-saudara beserta
keturunannya.
c. Golongan III
Terdiri kakek dan nenek serta seterusnya ke atas.
d. Golongan IV
Terdiri dari keluarga dalam garis menyamping yang lebih jauh
termasuk saudara-saudara ahli waris golongan III beserta keturunannya.
4. Negara sebagai penerima warisan
Menurut Pasal 832 ayat (2)
KUHPerdata, negar sebagai penerima warisan jika tidak ada lagi ahli waris
(keluarga sedarah maupun suami atau isteri yang hidup terlama). Kedudukan
negara sebagai penerima warisan hanya berkewajiban membayar hutangnya jika
aktiva mencukupi (Pasal 832 ayat 2). Dan harus melalui putusan Hakim (Pasal 833
ayat 3)
Bagian Ahli Waris Menurut Undang-undang :
Golongan yang berhak menerima waris ada 4. Golongan itu adalah sebagai
berikut :
1. Golongan I, terdiri atas:
a. Anak beserta keturunannya.
Dalam hal ini anak tidak dapat mewaris bersama keturunannya.
Anak akan menutup ahli waris yang lain, kecuali jika terjadi penggantian. Anak
yang mewaris dalam derajat I mendapat bagian yang sama besar. Jika keturunan
anak menggantikan anak, maka berdasarkan kedudukannya sebagai pengganti.
Menurut Pasal 852, asas persamaan anak-anak atau sekalian keturunan mereka
mewaris dari pewaris, meskipun mereka lahir dari perkawinan yang lain.
b. Suami isteri yang hidup terlama.
Sejak tanggal 1 Januari 1936, janda atau duda (suami atau
isteri) adalah ahli waris dan termasuk dalam golongan pertama. Berdasarkan
Pasal 852a, suami isteri bagiannya sama dengan bagian anak. Namun pewarisan
yang menyatakan bagian janda atau duda dengan anak hanyalah pewarisan karena
undang-undang. Jadi bagian janda atau duda tidak selalu sama dengan anak.
Karena janda atau duda tidak berhak atas legitieme
portie (bagian mutlak). Hak warisan suami atau isteri tidak boleh lebih
besar dari bagian yang terkecil dari yang diterima seorang anak atau keturunan
mereka. Dengan demikian, bagian mereka tidak boleh lebih dari ¼.
2. Golongan II, terdiri atas : orang
tua, saudara laki-laki, atau perempuan, dan keturunannya. Apabila tidak ada
ahli waris dalam golongan I, maka warisan jatuh kepada golongan II.
a. Bagian ayah dan ibu:
-
Apabila
ayah dan ibu mewaris tanpa saudara laki-laki ataupun perempuan, maka mereka
mewaris seluruh warisan dan masing-masing mendapat setengah bagian. (Pasal 859)
-
Apabila
ayah dan ibu mewaris bersama dengan saudara laki-laki atau perempuan, mak masing-masing
mendapat bagian yang sama besar. Masing-masing mendapat 1/3.
-
Jika
ada saudara laki-laki dan perempuan, maka masing-masing mendapat ¼.
-
Apabila
ada lebih dari dua orang saudara, maka bagian ayah dan ibu diambilkan terlebih
dahulu sebesar ¼. Lalu sisanya dibagi untuk saudara dengan bagian sama besar.
-
Orang
tua menerima bagian yang sama dengan saudara laki-laki dan perempuan, namun
tidak boleh lebih dari ¼ bagian.
v Dalam menghitung jumlah banyaknya
saudara yang turut mewaris bersama-sama dengan ayah dan ibu, tidak dibedakan
antara saudara kandung dan saudara tiri, baik seayah maupun seibu.
b. Bagian saudara sebagai ahli waris.
Apabila pewaris meninggal dunia, dengan tidak meninggalkan
keturunan maupun suami atau isteri, sedangkan baik ayah maupun ibunya sudah
meninggal terlebih dahulu, maka seluruh warisan adalah hak sekalian saudara
laki-laki dan saudara perempuan (Pasal 856)
c. Bagian saudara kandung dan saudara
tiri.
Pada prinsipnya menurut Pasal 857 KUHPerdata, mereka mendapat
bagian yang sama besar, yaitu antara pewaris dengan saudara yang mewaris adalah
saudara kandung. Bagian mereka adalah sama besar dengan tidak membedakan
laki-laki dan perempuan. Selanjutnya, dalam hal mereka berasal dari lain
perkawinan, maka warisan dibagi dalam 2 bagian terlebih dahulu, yaitu yang
setengah untuk saudara dalam garis bapak, dan yang setengah lainnya dalam garis
ibu. Saudara laki-laki dan perempuan sekandung, menerima bagian dari kedua
garis tersebut. Sedangkan untuk saudara tiri, hanya mendapat bagian dari dari
garis ayah atau ibu saja. Maka kemudian mengesampingkan yang lain.
3. Golongan III
Golongan ini terdiri dari keluarga
sedarah dalam garis lurus ke atas sesudah orang tua, baik dari pihak ayah
maupun ibu (Pasal 853). Yang dimaksud keluarga sedarah dalam garis ibu dan
garis ayah ke atas adalah kakek dan nenek, kakek buyut dan nenek buyut terus ke
atas garis dari garis ayah maupun ibu. Berdasarkan Pasal 853 KUHPerdata,
pembagian warisan dibagi dalam 2 bagian terlebih dahulu (kloving). Kemudian
masing-masing dibagi secara mandiri yang seolah-olah merupakan kesatuan yang
berdiri sendiri. Jika ada penolakan, maka hanya berlaku di dalam garis yang
bersangkutan saja. Jika dalam garis yang satu tidak ada keluarga sedarah dalam
derajat yang mengijinkan untuk mewaris, maka segala keluarga sedarah dalam
garis yang lain memperoleh seluruh warisan.
Mengenai bagiannya adalah sama
besarnya. Sedangkan yang perderajatannya lebih jauh, maka akan ditutup oleh
mereka yang perderajatannya lebih dekat.
4. Golongan IV
Menurut Pasal 858 ayat (1) dalam hal
tdk ada gol II dan gol III, maka setengah bagian menjadi bagian keluarga
sedarah dalam garis lurus ke atas yang masih hidup. Sedangkan setengah bagian
lainnya menjadi bagian sanak saudara dalam garis yang lain. Pengertian “sanak
saudara” adalah para paman dan bibi.
Dalam hal terjadi kloving, maka
dimungkinkan adanya pewarisan bersama-sama antara Golongan III dan Golongan IV
atas suatu peristiwa yang sama.
Mereka yang Tidak Patut Mewaris
Pada dasarnya, setiap orang (termasuk
bayi yang baru lahir) cakap untuk mewaris. Di dalam hukum waris, dikenal
istilah “tidak patut mewaris”. Menurut Pasal 838, yang tidak patut mewaris itu
adalah :
1. Mereka yang telah dihukum karena
dipersalahkan membunuh atau mencoba membunuh di pewaris.
2. Mereka yang dengan putusan hakim
pernah dipersalahkan telah memfitnah si pewaris yang terancam dengan hukuman
penjara 5 tahun atau lebih
3. Mereka yang dengan kekerasan atau
perbuatan telah mencegah pewaris untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya.
4. Mereka yang telah menggelapkan,
merusak, atau memalsukan surat wasiat pewaris.
Menurut Pasal 839
KUHPerdata, tiap-tiap ahli waris yang karena tidak patut mewaris telah dikecualikan
dari pewarisan, maka diwajibkan mengembalikan segala hasil dan pendapatan yang
telah dinikmatinya semenjak warisan terbuka. Akibat tidak patut mewaris,
menyebabkan warisan jatuh kepada ahli waris lainnya. Selanjutnya menurut Pasal
840 KUHPerdata, anak-anak dari orang yang tidak patut mewaris yang menurut UU
terpanggil menjadi ahli waris, tetap menjadi ahli waris menurut gilirannya.
Jadi, bukan karena kesalahan orang tuanya tadi, maka anak-anak dikecualikan
menjadi ahli waris. Dalam hal ini, anak-anak itu mewaris secara pribadi dan
bukan menjadi pengganti.
[1]
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum
Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm. 243
[2]
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum
Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm. 243
[3]
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum
Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm. 246
[4]
Pasal 830 KUHPerdata
[5]
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum
Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm. 246
[6]
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum
Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm. 246
[7]
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum
Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm. 249
[8]
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum
Perdata Indonesia, Jakarta, Djambatan, hlm. 252
Makalah Hukum Waris dalam KUHPerdata
4/
5
Oleh
Unknown