Proses Penyelesaian Sengketa Pertanahan
Mengenai proses penyelesain sengketa pertanahan ada yang melalui
badan peradilan seperi pengadilan umum dan pengadilan tata usaha negara, pada
kesempatan kali ini akan dijelaskan mengenai proses penyelesaian sengketa
pertanahan di luar pengadilan melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
atau dalam bahasa Inggris dikenal disebut Alternative Dispute Resolution (ADR)…
Langsung saja kita simak ulasan di bawah ini.
Mediasi adalah salah satu proses alternative penyelesaian masalah
dengan bantuan pihak ketiga (mediator) dan prosedur yang disepakati oleh para
pihak dimana mediator memfasilitasi untuk dapat tercapai suatu solusi
(perdamaian) yang saling menguntungkan para pihak. Mediator adalah orang/pejabat yang ditunjuk jajaran BPN RI yang
disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan
permasalahannya.
Penyelesaian sengketa melalui ADR secara implicit dimuat dalam
Perpres No. 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional(BPN). Dalam
struktur organisasi BPN, dibentuk satu kedeputian, yakni Deputi Bidang
Pengkajian dan Penanganan Sengketadan Konflik Pertanahan.BPN telah pula
menerbitkan Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan
melaui Keputusan Kep BPN RI No. 34 tahun 2007.
Dalam menjalankan tugasnya menangani senketa pertanahan BPN
melakukan upaya antara lain melaui mediasi. Selanjutnya dikeluarkan peraturan
yaitu Petunjuk Teknis Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor
05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi.
Di Amerika Serikat sebagai negara yang pertama
sekali mengemukakan gagasan
mengenai penyelesaian sengketa alternatif, saat ini telah dikembangkan berbagai bentuk penyelesaian sengketa alternatif,
seperti:
negosiasi, mediasi, konsiliasi, mintrial, dan summary jury
trial, dan settlement conference (M. Yahya Harahap, 1997).
Salah satu bentuk penyelesaian
sengketa yang cukup pesat perkembangannya adalah mediasi
Indonesia, dalam hal lembaga mediasi, dulunya lebih maju dari
negara lain. Hukum Acara Perdata yaitu HIR (het Herziene reglement)
pasal 130 dan R.Bg. (Rechtsreglement Buitengewesten) pasal 154, misalnya, telah
mengatur lembaga perdamaian, dimana hakim yang mengadili wajib mendamaikan
lebih dahulu pihak yang berperkara, sebelum perkaranya diperiksa secara
ajudikasi
Sementara tentang mediasi atau alternatif penyelesaian sengketa
(APS) di luar pengadilan, diatur dalam pasal 6 UU No. 30 tahun 1999 tentang
arbitrase penyelesaian sengketa. Lembaga-lembaga APS bisa dijumpai secara luas
dalam berbagai bidang seperti UU bidang Lingkungan Hidup, Pertumbuhan,
Perlindungan Konsumen dan lain sebagainya. Langkah menuju pengembangan mediasi telah dilakukan oleh Indonesia
dengan Diundangkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Di mana tentang mediasi diatur dalam Pasal 6 ayat (3) yang berbunyi: “Dalam hal sengketa
atau beda pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis
para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau
lebih penasihat ahli maupun melalui seorang mediator”.
Mahkamah Agung RI juga telah memasukkan mediasi dalam proses
peradilan tingkat pertama, melalui Peraturan Mahkamah Agung RI (PERMA) Nomor 2
Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, yang mulai diberlakukan sejak 11 September 2003.
ALASAN
ALASAN MEDIASI ?
Pertama, dalam masyarakat Indonesa yang dikenal sebagai masyarakat konsensus, cara penyelesaian sengketa dengan
melibatkan pihak ketiga netral
(mediasi) ini mempunyai basis sosial yang kuat, baik di perdesaan (rural
community) maupun perkotaan (urban community).
Kedua, dengan melihat pengalaman yang terjadi di Amerika sebagai
negara di mana masyarakatnya dikenal kecenderungannya menggunakan Pengadilan cukup tinggi (litigation minded), ternyata mediasi perkembangannya sangat pesat. Di mana hingga
tahun 1986 telah tercatat sebanyak 220
jaringan umum mediasi (public mediate network) yang beroperasi di seluruh 40 negara bagian, yang
menangani sekitar 250.000 kasus per
tahun, dengan sejumlah 1,5 juta orang yang terlibat di dalamnya
(M. Yahya Harahap, 1997).
Christopher W. Moore (1995) mengemukakan ada beberapa keuntungan
yang seringkali Didapatkan dari hasil mediasi, yaitu:
- keputusan yang hemat, mediasi biasanya memakan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan litigasi;
- penyelesaian secara cepat;
- hasil yang memuaskan bagi semua pihak;
- kesepakatan-kesepakatan komprehensif dan “customized”;
- praktik dan belajar prosedur-prosedur penyelesaian masalah secara kreatif;
- tingkat pengendalian lebih besar dan hasil yang bisa diduga;
- pemberdayaan individu
- melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara yang lebih ramah;
- keputusan-keputusan yang bisa dilaksanakan;
- kesepakatan yang lebih baik dari pada hanya menerima hasil kompromi atau prosedur menang-kalah;
- keputusan yang berlaku tanpa mengenal waktu.
Proses Penyelesaian Sengketa Pertanahan
4/
5
Oleh
Unknown