DAS SEIN DAN DAS SOLEN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
Di dalam pembahasan hukum Islam
selalu adanya ketimpangan antara realita dengan ketimpangan sosial, ibarat juga
tidak bisa kita memisahkan antara negara dan agama, ini adalah tantangan yang
belum terselesaikan dari masa lalu. Seiring dengan perkembangan zaman kita juga
harus paham siapa diri kita dan untuk apa kita di ciptakan di dunia ini.
Dikarenakan hukum Islam sering berkembang terus, maka disini apakah peran para
Mujtahid masih diperlukan ? tentu saja malah diharapkan ada mujtahid baru yang
dapat menciptakan hukum yang berguna bagi semua Umat manusia, dan dapat
dipertanggung jawabkan penemuan tersebut. Maka pintu ijtihad tersebut masih
terbuka sampai sekarang, cuman hanya orang orang tertentulah yang dapat masuk
untuk bereksperimen di dalamnya. Dan yang kita nantikan sekarang adalah
bagaimana Indonesia sebagai negara yang mayoritasnya beragama muslim
menciptakan kemaslahatan bagi seluruh dunia, dan sekaligus meneruskan para
pejuang dan pemikir hukum Islam di era sebelumnya. Hukum Islam di Indonesia
harus sesuai dengan situasi yang sedang terjadi di Indonesia. Dan adakalanya
kaum muslim dapat menerima konsep penyatuan antara hukum Islam dengan hukum
sekuler, dan bagaimana hukum Islam tersebut dapat di terapkan dala kehidupan
sehari hari dengan tanpa menimbulkan konflik berkepanjangan. Ternyata pemajuan
pemikiran tentang konsep dasar Islam di Indonesia sudah di cita citakan
semenjak hukum Islam itu lahir di Indonesia. Coba kita tengok dengan bagaimana
tentang konsep pemikiran kaum idealis, hukum Islam adalah sesuatu yang sakral
dan tidak dapat di rubah, dan sifatnya pun cenderung kaku enggan menerima
konsep yang bersifat kekinian, sedangkan kaum realis kontekstual memandanang
hukum Islam sebagai hukum yang dinamis tidaklah statis maka disini perlu adanya
peran akal dalam menafsirkan konsep wahyu sehingga konsep tersebut terlahir
dengan wajah baru yang sesuai dengan perkembangan masalah yang semakin
kompleks, tentu saja akan menjadikan ideologi hukum dengan beberapa perubahan
di mana posisi akal adalah sebagai sesuatu yang dominan. Selanjutnya pemikiran lebih
di arahkan kepada siapa yang berhak menefsirkan kaidah baku tersebiut agar
sesuai dengan perkembangan zaman yang ternyata disini peran ulama belum cukup
dalam menafsirkan hukum Islam di butuhkan para reformis modern yang ternyata
lebih menekankan pada aspek aspek yang lebih kritis dengan di padukan dengan
unsur lain yang sejalan dengan arah dari tujuan reformasi di Indonesia,
kuncinya adalah dengan menggunakan kaidah kaidah dasar dalam hukum Islam. Dan
menurut para reformis tahap pertama dan juga tahap kedua sepakat mengatakan
bahwa perlunya mengaktualisasikan kembali teori teori hukum Islam agar sesuai
dengan keadaan masyarakat muslim sekarang, dan juga konsep dasar tentang hal
tersebut harus jelas dan dapat di pertanggungjawabkan, dengan tanpa menyingkirkan
adat sebagai hukum yang sudah berkembang sejak lama di Indonesia. Lagi lagi
memang masalah penefsiran memang harus dapat di pertanggungjawabkan dengan
tetap menghormati pada hukum yang lebih tua, yang tetap berpatokan pada
pendapat para mazhab ulama fiqh sehingga di harapkan muncullah pemahaman baru
dari kalangan pemegang agama yang kuat. Sementara dari para pemegang agama yang
kurang maka di gunakanlah pendekatan tertentu dalam masalah ini di perlukan
adanya spirit Islam yang kuat agar dapat sejalan dengan pemikiran yang baru
tanpa meninggalkan pemikiran yang lama. Keduanya pada dasarnya sama yakni
mencari konsep baru yang sesuai dengan kondisi dan posisi masyarakat Indonesia.
Selanjutnya mengenai konsep hukum keluarga memang menjadi objek yang tepat bagi
pencangkokan berbagai sumber baru sehingga terciptalah kemaslahatan dari
anggota keluarga, hukum keluarga sebagai hukum domestik banya di praktekan oleh
masyarakat Indonesia, nah dari sinilah kita menemukan bahwa hukum sejatnya
adalah suatu tindakan yang mengacu pada konsep keuntungan dan kesuksesan
kehidupan masyarakat. Selanjutya contoh rilnya adalah bisa di lihat dari syarat
syarat terpenuhinya pernikahan, di mana hal ini merupakan fenomene yang unik
dan langka, sekaligus sakra. Dalam pernikahan apabila salah satu rukun
pernikahan tidak di penuhi maka batallah pernikahan tersebut. Sama halnya
dengan perkawinan, perceraian pun diberikan hak yang istimewa antara suami dan
istri sebagai objek dalam masalah ini, di mana kontrak yang di buat harus dapat
di pertanggungjawabkan oleh kedua belah pihak, dengan cara memberikan hak untuk
taklid talak antara suami dan isteri dan tidak membeda bedakan antara laki laki
dan perempuan, konsep ini bertujuan untuk melindungi hak isteri apabila terjadi
ketidak harmonisan dalam rumah tangga. Konsep yang unik juga terjadi dengan
hukum waris, dimana dalam hal ini pembagian menjadi masalah yang banyak di
perbincangkan oleh para ahli hukum Islam. Maka dengan tidak menutup kemungkinan
bahwa hukum Islam dapat menyesuaikan dengan hukum sekuler adat, ibarat susunan UUD 45, dimana adat sebagai batang
tubuh.
Kita juga bis melihat dari kasus
tentang pembagian waris dan juga hibah, yang secara teori yang berjalan di
Indoneisa lebih cenderung menggunakan konsep adat sebagai upaya untuk
mewariskan harta kekayaan mereka kepada anaknya agar hubungan darah sesama anak
dan silaturrahmi tetap terjaga dan terjalin dengan baik, meskipun dalam kaidah
ini memang menyimpang bagaimana tidak harta warisan dan hibah yang esensinya
menurut hukum Islam di bagikan setelah paska kematian orang tua si ahli waris,
malah di alihkan pemberianya sebagai pemberian yang belum jatuh temponya
ataupun waktunya. Mungkin saja di sini hukum Islam di Indonesia lebih
menyelaraskan pada hukum adat demi kemaslahatan antar anggota keluarga. Inilah
bagaimana peran pendukung hukum Islam dalam menselaraskan dengan hukum adat
yeng berlaku di Indonesia. Mereka berpendapat kebenaran bukan hanya di peroleh
dari hukum primernya saja tetapi hukum sekunder juga mendapat peran yang
penting dalam perumusan hukum Islam.
DAS SEIN DAN DAS SOLEN HUKUM ISLAM DI INDONESIA
4/
5
Oleh
Unknown