Istilah Perjanjian
Istilah perjanjian berasal dari kata
“Overeenkomst”.
Overeenkomst diterjemahkan secara
berbeda, antara lain :
- KUHPerdata, menerjemahkan dengan perjanjian
- Prof. Utrecht, menerjemahkan dengan perjanjian
- Prof. Subekti, menerjemahkan dengan perjanjian
- Prof. Wirjono Prodjodikoro, menerjemahkan dengan persetujuan
- R. Setiawan, menerjemahkan dengan persetujuan
- Prof. Soediman Kartohadiprodjo, menerjemahkan dengan perjanjian
Overeenkomst diterjemahkan dengan 2
istilah, yaitu Perjanjian dan Persetujuan.
Adanya istilah perjanjian disebut
dengan persetujuan, karena dua pihak setuju untuk melakukan sesuatu hal.
Namun demikian, kita menggunakan
istilah yang sesuai dengan KUHPerdata saja, yaitu Perjanjian.
Pengertian Perjanjian
·
Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Pasal 1313 KUHPerdata
·
Perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. Prof. Subekti
·
Perjanjian
adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam
mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal
atau tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan
janji itu. Prof. Dr. Wirjono
Prodjodikoro, SH
- Perjanjian adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan. Abdulkadir Muhammad, SH
Unsur-unsur dalam Pengertian
Perjanjian
- Ada para pihak
- Ada persetujuan
- Ada tujuan yang akan dicapai
- Ada prestasi yang akan dilaksanakan
- Ada bentuk tertentu, bisa lisan maupun tertulis
- Ada syarat-syarat tertentu
Asas-asas Perjanjian
1. Asas kebebasan berkontrak/system
terbuka
Asas ini menyatakan bahwa semua
orang/pihak bebas untuk melakukan perjanjian dan bebas untuk menentukan isi
dari perjanjian itu.
2. Asas Pacta Sunt Servanda
Suatu asas yang menyatakan bahwa
semua perjanjian yang dibuat secara sah maka berlaku layaknya undang-undang
bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1338)
3. Asas Konsensualisme
Asas ini mempunyai arti, bahwa suatu
perjanjian lahir sejak detik tercapainya kesepakatan antara kedua belah pihak,
sesuai dengan Pasal 1320.
4. Asas pelengkap (Optional)
Hukum perjanjian bersifat pelengkap,
artinya adalah pasal-pasal dalam hukum perjanjian boleh disimpangi. Sehingga
adanya perjanjian yang dibuat oleh dua pihak atau lebih jika menghendaki adanya
penyimpangan itu, maka diperbolehkan. Namun jika ternyata tidak diatur, maka
ketentuan dalam KUHPerdata atau hukum perjanjian itu menjadi berlaku.
Syarat Sah Perjanjian
- Subjek nya tertentu/Cakap untuk membuat perjanjian
Pada dasarnya semua orang dianggap
cakap untuk membuat perjanjian, kecuali seperti yang ditentukan oleh Pasal
1330, yaitu : Orang yang belum dewasa, mereka yang ditaruh di bawah pengampuan,
dan orang-orang perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh UU.
2. Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya
Hal ini dimaksudkan bahwa para pihak yang
hendak mengadakan suatu perjanjian harus terlebih dahulu menyepakati mengenai
hal-hal pokok dari perjanjian. Kata sepakat menjadi tidak sah jika ada
kekhilafan, paksaan, dan penipuan (dwang, dwaling, bedrag)
3. Adanya hal tertentu/Objeknya tertentu
Hal ini menyangkut adanya objek
tertentu yang harus dipenuhi dan ditentukan. Menurut Pasal 1332 KUHPerdata,
hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat dijadikan objek
perjanjian.
4. Suatu sebab yang halal/Causa yang
halal
Hal ini berkaitan dengan isi perjanjian
yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan
ketertiban umum. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, suatu perjanjian tanpa sebab
atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang terlarang, maka tidak
mempunyai kekuatan.
Syarat Sah Perjanjian
Syarat Nomor 1 dan 2 adalah syarat
subjektif. Ketiadaan syarat subjektif atau syarat subjektif tidak dipenuhi maka
menyebabkan dapat dibatalkan.
Syarat Nomor 3 dan 4 adalah syarat
objektif. Ketiadaan syarat objektif atau tidak dipenuhinya syarat objektif ini
maka menyebabkan batal demi hukum.
Jenis-jenis Perjanjian
- Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian yang memberikan hak dan
kewajiban kepada kedua belah pihak. Contohnya, perjanjian jual beli,
sewa-menyewa.
2. Perjanjian Sepihak
Perjanjian yang menimbulkan kewajiban
pada satu pihak dan di pihak lain hanya menerima hak. Contohnya, perjanjian
hibah.
3. Perjanjian Cuma-Cuma
Perjanjian yang mana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa menerima suatu
manfaat bagi dirinya. Contohnya, perjanjian hibah, perjanjian pinjam pakai.
4. Perjanjian atas beban
Perjanjian dengan mana terhadap
prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain dan antara kedua
prestasi itu ada hubungan hukum. Contohnya, perjanjian jual beli, sewa-menyewa.
5. Perjanjian Konsensuil
Perjanjian yang timbul karena adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak.
6. Perjanjian riil
Perjanjian yang timbul karena adanya
kesepakatan antara kedua belah pihak disertai dengan penyerahan nyata atas
barangnya. Contohnya, perjanjian penitipan barang, pinjam pakai.
7. Perjanjian bernama
Perjanjian yang mempunyai nama
tertentu dan diatur secara khusus oleh UU. Contohnya, perjanjian jual beli,
tukar menukar, sewa-menyewa.
8. Perjanjian tidak bernama
Perjanjian yang mempunyai nama
tertentu dan tidak diatur dalam KUHPerdata. Contohnya, Leasing, Fidusia
9. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian yang membebaskan orang
dari keterikatannya dari suatu kewajiban hukum tertentu. Contohnya, pembebasan
hutang
10. Perjanjian kebendaan
Perjanjian untuk menyerahkan atau
mengalihkan atau menimbulkan atau mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan.
Contohnya, perjanjian jual beli.
11. Perjanjian Obligatoir
Perjanjian yang menimbulkan perikatan
antara kedua belah pihak.
12. Perjanjian Accesoir
Perjanjian yang membuntuti perjanjian
pokok. Contohnya, hipotik, gadai, dan borgtocht.
Wanprestasi
Wanprestasi dapat diartikan sebagai
kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam
perjanjian.
Sehingga wanprestasi adalah suatu
keadaan dimana debitur tidak memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana
telah ditetapkan dalam suatu perjanjian
Timbulnya Wanprestasi
Wanprestasi dapat timbul karena :
- Kesengajaan atau kelalaian debitur sendiri
- Adanya keadaan memaksa (overmacht)
Bentuk-bentuk Wanprestasi
- Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
- Debitur memenuhi prestasi, tetapi salah atau tidak sebagaimana mestinya.
- Debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat.
Akibat Wanprestasi
- Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditur (Pasal 1243)
- Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1276)
- Peralihan resiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1273 ayat 2)
Tuntutan Hak oleh Kreditur
- Pemenuhan perjanjian
- Pemenuhan perjanjian disertai ganti kerugian
- Ganti kerugian saja
- Pembatalan perjanjian
- Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.
Syarat Pelaksanaan Ganti Kerugian
- Debitur memang telah lalai melakukan wanprestasi
- Debitur tidak berada dalam keadaan memaksa
- Tidak adanya tangkisan dari debitur untuk melumpuhkan tuntutan ganti rugi.
- Kreditur telah melakukan somasi/peringatan
Keadaan Memaksa
- Keadaan memaksa adalah suatu alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi. Prof. Subekti
2. Keadaan memaksa adalah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi
oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya,
peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan. Abdulkadir
Muhammad, SH
3. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan
yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk
memenuhi prestasinya, dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus
menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat.
Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat
timbulnya keadaan tersebut. R. Setiawan
Dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan
memaksa, debitur tidak dapat dipersalahkan atas tidak dapat terlaksananya suatu
perjanjian.
Sebab, keadaan ini timbul di luar
kemauan dan kemampuan atau dugaan dari debitur. Dan oleh karenanya, debitur
tidak dapat dijatuhi sanksi.
Unsur-unsur dalam Keadaan Memaksa
1. Tidak dipenuhi prestasi, karena suatu
peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek
perikatan. Ini selalu bersifat tetap.
2. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena
suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi. Ini dapat
bersifat tetap atau sementara.
3. Peristiwa itu tidak dapat diketahui
atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan, baik oleh debitur maupun
oleh kreditur. Jadi, bukan karena kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.
Keadaan Memaksa dalam KUHPerdata
1. Menurut Pasal 1244, jika ada
alasan untuk itu, debitur harus dihukum membayar ganti kerugian, apabila ia
tidak dapat membuktikan bahwa tidak tepatnya melaksanakan perjanjian itu karena
sesuatu hal yang tidak dapat diduga yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya, kecuali ada itikad buruk dari debitur.
2. Menurut Pasal 1245, tidak ada
ganti kerugian yang harus dibayar, apabila karena keadaan memaksa atau suatu
kejadian yang tidak disengaja, debitur berhalangan memberikan atau berbuat
sesuatu yang diwajibkan, atau karena hal-hal yang sama telah melakukan
perbuatan yang terlarang.
Resiko
Menurut Prof. Subekti, resiko berarti
kewajiban untuk memikul kerugian jikalau di luar kesalahan salah satu pihak
yang menimpa benda yang dimaksudkan dalam perjanjian.
Resiko adalah suatu kewajiban untuk
memikul kerugian jika terjadi keadaan memaksa, yaitu peristiwa bukan karena
kesalahan debitur, yang menimpa benda yang menjadi objek perikatan atau
menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi
Resiko dalam KUHPerdata
1. Pasal 1237
Dalam hal adanya perikatan untuk
memberikan suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan
dilahirkan, adalah atas tanggungan si berpiutang. Jika si berpiutang lalai,
maka sejak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya. Ex: Perjanjian
hibah, dan pinjam pakai
2. Pasal 1460
Jika kebendaan yang dipikul itu
berupa suatu barang yang sudah ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian
adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan
si penjual berhak menuntut harganya. Ex: Perjanjian jual beli
3. Pasal 1545
Jika suatu barang tertentu yang telah
dijanjikan untuk ditukar, musnah di luar salah pemiliknya, maka perjanjian
dianggap sebagai gugur, dan siapa yang dari pihaknya telah memenuhi perjanjian,
dapat menuntut kembali barang yang ia telah berikan dalam tukar menukar. Ex:
Perjanjian tukar menukar
4. Pasal 1553
Jika selama waktu sewa, barang yang
disewakan sama sekali musnah karena suatu kejadian yang tak disengaja, maka
perjanjian sewa gugur demi hukum. Ex:
Perjanjian sewa-menyewa
Hukum Perjanjian dalam KUHPerdata
4/
5
Oleh
Unknown