09/04/2015

KANDUNGAN (ISI) HUKUM ISLAM



HUKUM ISLAM SUBSTANSIF
                Hukum Islam adalah hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, sehingg cakupannyapun akan semakin luas meliputi seluruh permasalahan dari yang kompleks sampai sederhana, terdapat dua macam sikap dan berilaku yang saling mempengaruhi, yang pertama adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan atau hablumminallah yang dapat diartikan juga sebagai hubungan vertikal, dalam hal ini kita hanya bisa pasrah dan berserah diri kepada Allah SWT. Yang kedua adalah hubungan antara manusia dengan manusia atau hablumminannas yang juga disebut hubungan horizontal yang berkaitan dengan hubungan kita sehari hari di masyarakat. Maka dari itu negara dan agama tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, satu sama lain saling melengkapi dengan landasan keimana dan niat hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Dan dalam kaitanya dengan ibadah ada ibadah mahdah (khusus) dan juga ibadah ghairumahdah (umum), ibadah khusus contohnya segala sesuatu yang telah ditentukan dalam nash Al-Qur’an seperti : salat, puasa, zakat, haji, dan shodaqah dan masih banyak yang lain. Sedangkan ibadah khusus contohya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan individu satu dengan yang lainya yang saling membutuhkan dengan niat ibadah dan mencari ridha Allah seperti : transaksi jual beli, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga dan lain sebagainya. Dengan mengambil sedikit analisa bahwa hukum Islam tidak menutup kemungkinan untuk menerina hukum yang berasal dari luar Islam seperti hukum adat contohnya yang dari jaman Nabi agak dipertimbangkan sebagai kaidah hukum yang bernilai lebih.
                Sementara mengenai hukum keluarga merupakan salah satu hukum yang disakralkan, coba kita lihat masyarakat jahiliyah dulu mereka menggunakan perempuan sebagai sarana untuk melampiaskan kekesalan mereka, maka Nabi memiliki peran yang sangat fital dalam memperbaiki moral masyarakat pada waktu itu, yang esensinya lebih kepada membenarkan apa yang menyeleweng dari hukum hukum yang ada sebelumnya, karena tujuan pernikahan juga sakral demi meningkatkan taqwa kepada Allah. Islam memandang pernikahan bukan dari satu aspek saja, tetapi ada tiga aspek : hukum, sosial dan keagamaan. Dari segi hukum bahwa perkawinan adalah sebuah kontrak yang mengikat antara kedua mempelai dan harus ada ketentuan bila ingin lepas dari ikatan tersebut. Dari segi sosial status sosial wanita menjadi lebih tinggi seiring dengan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Dari segi keagamaan tidak bisa terlibat suatu penikahan tanpa adanya petugas keagamaan. maka pernikahan ibarat suatu perpaduan antara ibadah dengan muamalah. Hukum Islam membahas perkawinan degan sangat detail dan komperhensif yang didalamnya berisi muatan muatan yang sakral walaupun ada kaitannya dengan perpaduan hukum adat daerah masing masing, dalam pernikahan tentunya ada syarat syaratnya, diantaranya : ada ijab, dan qabul, dan juga harus dilaksanakan dalam satu majelis. Dengan adanya perkawinan maka secara otomatis akan meningkatkan derajat wanita, coba kita lihat pada zaman Nabi pra-Islam dimana wanita hanya dijadikan sebagai alat untuk media penindasan. Tentu saja dengan tetap pada koridor atau batasan yang tidak menyimpang dengan hukum Islam.
Dalam perkawinan pastilah ada beberapa yang tidak langgeng dan jatuh pada tahap perceraian, sekarang gugatan cerai tidak hanya diajukan dari laki laki tetapi perempuan juga bisa mengajukan gugatannya. Masalah perceraian adalah masalah yang serius tidak hanya melibatkan dua mempelai dan juga dua keluarga mempelai tetapi juga sampai keranah hukum dimana disitu ada peran hakim yang sangat penting dalam mengatasi kasus perceraian dan tercatat di kantor pengadilan agama maupun umum.
Ilmu pengetahuan yang tak kalah penting bagi kita adalah hukum kewarisan, memang Nabi Muhammad merancang hukum waris ini dengan memperhatikan kaidah kaidah yang ada di dalamnya, dengan bantuan wahyu ilahi maka Nabi berhasil mengkolaborasikan antara hukum adat dengan wahyu Tuhan yang kemudian disepakati oleh banyak para Ulama hingga sekarang. Perubahan hukum waris tersebut yakni : suami dan isteri masing masing bisa mewarisi, ketentuan dalah kasus tertentu sama sama punya hak waris, meskipun dalam kasus khusus laki laki lebih sering dipilih dalam kasus waris, orang tua dan kerabat dari garis keturunan ke atas akan mewarisi harta peninggalan meski ada keturunan laki laki, dan sebagai ketentuan umum, perempuan diberi setengah bagian laki laki. Pada akhinya antara kaitanya dengan adat pra-Islam dengan wahyu ilahi adalah hukum Islam dimaksudkan untuk tidak sepenuhnya membatalkan sistem kewarisan lama, melainkan memperbaikinya agar sesuai dengan prinsip prinsip dasar wahyu. Memang kaitanya antara kukum adat dengan hukum Islam agak saling berlawanan, maka disini Nabi menggunakan metode tertentu untuk menyelesaikan masalah tersebut, dengan pembagian yang merata pada semua anggota masyarakat dalam konteks bagi yang tidak menerima warisa, jadi ketika pemiliknya meninggal si keluarga yang di tinggalkan tidak dalam keadaan merana, dengan ini dapat dijadikan modal dalam melanjutkan kehidupan selanjutnya. Seharusnya bukanlah suatu yang mengejutkan kalau Nabi juga menggunakan hukum kewarisan untuk mewariskan aset aset ekonomi dan politik yang dibutuhkan oleh umat Muslim yang masih belia pada saat itu. Aset tidak hanya dianggap sebagai kekayaan pribadi yang bisa dipertahankan kontinuitas suksesinya oleh keluarga, tetapi harus dilihat pula dari identitas keagamaan si pewaris dan penerimanya. Dengan merujuk pada asal mula hukum itu diciptaka adalah untuk kebaikan manusia baik didunia maupun diakherat, dan pada akhirnya manusia itu meresa terlindungi dengan hukum yang Allah buat, mengenai pelanggaran hukum adakalanya orang tersebut mendapatkan hukuman yang setimpal dan adakalanya hanya sebagai pendidik agar tidak terjadi tindak pidana dikemudian hari.
Dalam kaitanya dengan hukum pidana Islam, terbagi menjadi tiga kategori yang beda antara satu dengan yang lain. Pertama adalah hudud, tindak pidana ini sudah ada ketentuanya dalam nash yakni Al-Qur’an dan hadis, contohya adalah zina, qadaf, pencurian, hirabah, bughat, minum minuman keras dan murtad. Kedua adalah Qisas atau Diyat, yakni perbuatan yang diancam dengan hukuman qisas dan diyat. Contohnya adalah pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan keliru, penganiayaan sengaja, penganiayaan salah. Sedangkan yang ketiga adalah ta’zir,yakni memberi pelajaran bagi pelaku agar insaf dari perbuatan yang ia lakukan, cara pengambilan hukumnya yakni dengan diserahkan kepada Hakim yang berhak untuk menghukum si pelaku, misalnya saja dengan denda atau ganti rugi dan lain lain. Dan juga harus dalam batasan batasan yang sesuai dengan norma yang berlaku karena sifatnya yang fleksibilitas tidak seperti pada tindak pidana sebelumnya.
Fungsi hukum Islam adalah untuk menselaraskan antara kepentingan hukum dengan ibadah yang tetap berlandaskan kepada moral yang baik, agar senantiasa dan istiqomah tidak menyimpang dari koridor koridor yang ada. Bukan menghalalkan yang tadinya haram, atau sebaliknya. Tetapi mari coba kita lihat Allah memang sangat menganjurkan kita untuk berdagang dan juga jual beli, tetapi Allah sangat melaknat kepada orang yang melakukan transaksi tersebut dengan penipuan dan ada unsur unsur riba. Disiniah letak pentingnya hukum Islam, bagaimana membingkai hukum dalam kemasan yang baik, dari segi objek maupun sumbernya. Coba kita lihat di pasar sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli yang sangat rentang dengan unsur terlarang. Topik riba menjadi masalah yang hangat dibicarakan oleh para ahli hukum dan para ahli ekonomi Islam, yang saling beradu argumen mengenai hukum riba yang sekarang mulai marak di bank dan sejenisnya. Ini menjadi tantangan sendiri bagi kita bagaimana menjadikan sarana umum sebagai sarana untuk kemaslahatan umat manusia juga, dengan tidak memperhatikan berapa untung dan rugi yang kita dapatkan. Sekali lagi bila terjadi perdebatan janganlah kita malah mencari penyelesaian yang diluar konteks Al-Qur’an karena akan menjadi semakin bertambah parah dan panjang jalur penyelesaian yang bakal dihadapi oleh kita semua. Makanya kita sebagai orang muslim harus lari kepada Al-Qur’an dan hadis, yang tetap berpegang pada prinsip yang ada dan janganlah kita membuat buat hukum sendiri. Jadi prinsip keuangan Islam harus mencakup beberapa prinsip dasar yakni : larangan riba, berbagi resiko, larangan perilaku spekualis, dan pengesahan kontrak. Hal ini sangatlah sulit memang untuk dipraktekkan dalam konteks sekarang karena sendi sendi Islam mulai runtuh sejalan dengan perkembangan zaman.

Artikel Terkait

KANDUNGAN (ISI) HUKUM ISLAM
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email