HUKUM
ISLAM SUBSTANSIF
Hukum Islam adalah hukum
yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, sehingg cakupannyapun akan
semakin luas meliputi seluruh permasalahan dari yang kompleks sampai sederhana,
terdapat dua macam sikap dan berilaku yang saling mempengaruhi, yang pertama
adalah hubungan antara manusia dengan Tuhan atau hablumminallah yang dapat
diartikan juga sebagai hubungan vertikal, dalam hal ini kita hanya bisa pasrah
dan berserah diri kepada Allah SWT. Yang kedua adalah hubungan antara manusia
dengan manusia atau hablumminannas yang juga disebut hubungan horizontal yang
berkaitan dengan hubungan kita sehari hari di masyarakat. Maka dari itu negara
dan agama tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, satu sama
lain saling melengkapi dengan landasan keimana dan niat hanya untuk beribadah
kepada Allah SWT. Dan dalam kaitanya dengan ibadah ada ibadah mahdah (khusus)
dan juga ibadah ghairumahdah (umum), ibadah khusus contohnya segala sesuatu yang
telah ditentukan dalam nash Al-Qur’an seperti : salat, puasa, zakat, haji, dan
shodaqah dan masih banyak yang lain. Sedangkan ibadah khusus contohya adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan individu satu dengan yang lainya yang
saling membutuhkan dengan niat ibadah dan mencari ridha Allah seperti :
transaksi jual beli, mencari nafkah untuk menghidupi keluarga dan lain
sebagainya. Dengan mengambil sedikit analisa bahwa hukum Islam tidak menutup
kemungkinan untuk menerina hukum yang berasal dari luar Islam seperti hukum adat
contohnya yang dari jaman Nabi agak dipertimbangkan sebagai kaidah hukum yang
bernilai lebih.
Sementara mengenai hukum
keluarga merupakan salah satu hukum yang disakralkan, coba kita lihat
masyarakat jahiliyah dulu mereka menggunakan perempuan sebagai sarana untuk
melampiaskan kekesalan mereka, maka Nabi memiliki peran yang sangat fital dalam
memperbaiki moral masyarakat pada waktu itu, yang esensinya lebih kepada
membenarkan apa yang menyeleweng dari hukum hukum yang ada sebelumnya, karena
tujuan pernikahan juga sakral demi meningkatkan taqwa kepada Allah. Islam
memandang pernikahan bukan dari satu aspek saja, tetapi ada tiga aspek : hukum,
sosial dan keagamaan. Dari segi hukum bahwa perkawinan adalah sebuah kontrak
yang mengikat antara kedua mempelai dan harus ada ketentuan bila ingin lepas
dari ikatan tersebut. Dari segi sosial status sosial wanita menjadi lebih
tinggi seiring dengan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Dari segi
keagamaan tidak bisa terlibat suatu penikahan tanpa adanya petugas keagamaan.
maka pernikahan ibarat suatu perpaduan antara ibadah dengan muamalah. Hukum
Islam membahas perkawinan degan sangat detail dan komperhensif yang didalamnya
berisi muatan muatan yang sakral walaupun ada kaitannya dengan perpaduan hukum
adat daerah masing masing, dalam pernikahan tentunya ada syarat syaratnya,
diantaranya : ada ijab, dan qabul, dan juga harus dilaksanakan dalam satu
majelis. Dengan adanya perkawinan maka secara otomatis akan meningkatkan
derajat wanita, coba kita lihat pada zaman Nabi pra-Islam dimana wanita hanya
dijadikan sebagai alat untuk media penindasan. Tentu saja dengan tetap pada
koridor atau batasan yang tidak menyimpang dengan hukum Islam.
Dalam perkawinan pastilah ada
beberapa yang tidak langgeng dan jatuh pada tahap perceraian, sekarang gugatan
cerai tidak hanya diajukan dari laki laki tetapi perempuan juga bisa mengajukan
gugatannya. Masalah perceraian adalah masalah yang serius tidak hanya
melibatkan dua mempelai dan juga dua keluarga mempelai tetapi juga sampai
keranah hukum dimana disitu ada peran hakim yang sangat penting dalam mengatasi
kasus perceraian dan tercatat di kantor pengadilan agama maupun umum.
Ilmu pengetahuan yang tak kalah
penting bagi kita adalah hukum kewarisan, memang Nabi Muhammad merancang hukum
waris ini dengan memperhatikan kaidah kaidah yang ada di dalamnya, dengan
bantuan wahyu ilahi maka Nabi berhasil mengkolaborasikan antara hukum adat
dengan wahyu Tuhan yang kemudian disepakati oleh banyak para Ulama hingga
sekarang. Perubahan hukum waris tersebut yakni : suami dan isteri masing masing
bisa mewarisi, ketentuan dalah kasus tertentu sama sama punya hak waris,
meskipun dalam kasus khusus laki laki lebih sering dipilih dalam kasus waris,
orang tua dan kerabat dari garis keturunan ke atas akan mewarisi harta
peninggalan meski ada keturunan laki laki, dan sebagai ketentuan umum,
perempuan diberi setengah bagian laki laki. Pada akhinya antara kaitanya dengan
adat pra-Islam dengan wahyu ilahi adalah hukum Islam dimaksudkan untuk tidak
sepenuhnya membatalkan sistem kewarisan lama, melainkan memperbaikinya agar
sesuai dengan prinsip prinsip dasar wahyu. Memang kaitanya antara kukum adat
dengan hukum Islam agak saling berlawanan, maka disini Nabi menggunakan metode
tertentu untuk menyelesaikan masalah tersebut, dengan pembagian yang merata
pada semua anggota masyarakat dalam konteks bagi yang tidak menerima warisa,
jadi ketika pemiliknya meninggal si keluarga yang di tinggalkan tidak dalam
keadaan merana, dengan ini dapat dijadikan modal dalam melanjutkan kehidupan
selanjutnya. Seharusnya bukanlah suatu yang mengejutkan kalau Nabi juga
menggunakan hukum kewarisan untuk mewariskan aset aset ekonomi dan politik yang
dibutuhkan oleh umat Muslim yang masih belia pada saat itu. Aset tidak hanya
dianggap sebagai kekayaan pribadi yang bisa dipertahankan kontinuitas
suksesinya oleh keluarga, tetapi harus dilihat pula dari identitas keagamaan si
pewaris dan penerimanya. Dengan merujuk pada asal mula hukum itu diciptaka
adalah untuk kebaikan manusia baik didunia maupun diakherat, dan pada akhirnya
manusia itu meresa terlindungi dengan hukum yang Allah buat, mengenai
pelanggaran hukum adakalanya orang tersebut mendapatkan hukuman yang setimpal
dan adakalanya hanya sebagai pendidik agar tidak terjadi tindak pidana
dikemudian hari.
Dalam kaitanya dengan hukum pidana
Islam, terbagi menjadi tiga kategori yang beda antara satu dengan yang lain.
Pertama adalah hudud, tindak pidana ini sudah ada ketentuanya
dalam nash yakni Al-Qur’an dan hadis, contohya adalah zina, qadaf, pencurian,
hirabah, bughat, minum minuman keras dan murtad. Kedua adalah Qisas atau
Diyat, yakni perbuatan yang diancam dengan hukuman qisas dan diyat.
Contohnya adalah pembunuhan sengaja, pembunuhan semi sengaja, pembunuhan
keliru, penganiayaan sengaja, penganiayaan salah. Sedangkan yang ketiga adalah ta’zir,yakni
memberi pelajaran bagi pelaku agar insaf dari perbuatan yang ia lakukan, cara
pengambilan hukumnya yakni dengan diserahkan kepada Hakim yang berhak untuk
menghukum si pelaku, misalnya saja dengan denda atau ganti rugi dan lain lain.
Dan juga harus dalam batasan batasan yang sesuai dengan norma yang berlaku
karena sifatnya yang fleksibilitas tidak seperti pada tindak pidana sebelumnya.
Fungsi hukum Islam adalah untuk
menselaraskan antara kepentingan hukum dengan ibadah yang tetap berlandaskan
kepada moral yang baik, agar senantiasa dan istiqomah tidak menyimpang dari
koridor koridor yang ada. Bukan menghalalkan yang tadinya haram, atau
sebaliknya. Tetapi mari coba kita lihat Allah memang sangat menganjurkan kita
untuk berdagang dan juga jual beli, tetapi Allah sangat melaknat kepada orang
yang melakukan transaksi tersebut dengan penipuan dan ada unsur unsur riba.
Disiniah letak pentingnya hukum Islam, bagaimana membingkai hukum dalam kemasan
yang baik, dari segi objek maupun sumbernya. Coba kita lihat di pasar sebagai
tempat bertemunya penjual dan pembeli yang sangat rentang dengan unsur
terlarang. Topik riba menjadi masalah yang hangat dibicarakan oleh para ahli
hukum dan para ahli ekonomi Islam, yang saling beradu argumen mengenai hukum
riba yang sekarang mulai marak di bank dan sejenisnya. Ini menjadi tantangan
sendiri bagi kita bagaimana menjadikan sarana umum sebagai sarana untuk
kemaslahatan umat manusia juga, dengan tidak memperhatikan berapa untung dan
rugi yang kita dapatkan. Sekali lagi bila terjadi perdebatan janganlah kita malah
mencari penyelesaian yang diluar konteks Al-Qur’an karena akan menjadi semakin
bertambah parah dan panjang jalur penyelesaian yang bakal dihadapi oleh kita
semua. Makanya kita sebagai orang muslim harus lari kepada Al-Qur’an dan hadis,
yang tetap berpegang pada prinsip yang ada dan janganlah kita membuat buat
hukum sendiri. Jadi prinsip keuangan Islam harus mencakup beberapa prinsip
dasar yakni : larangan riba, berbagi resiko, larangan perilaku spekualis, dan
pengesahan kontrak. Hal ini sangatlah sulit memang untuk dipraktekkan dalam
konteks sekarang karena sendi sendi Islam mulai runtuh sejalan dengan
perkembangan zaman.
KANDUNGAN (ISI) HUKUM ISLAM
4/
5
Oleh
Unknown